Kamis, 29 Maret 2012 0 komentar
Dakwah kultural
di tengah multikulturalisme masyarakat

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ (159)
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu]. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ (125)
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.

Dakwah merupakan suatu kewajiban bagi setiap umat islam dimanapun ia berada dan kapanpun. Berbagai metode dan strategi digunakan untuk melaksanakan dakwah amar ma’ruf nahi mungkar di masyarakat, akan tetapi tidak semua masyarakat mau menerima dakwah yang kita sampaikan. Untuk itu, metode dan strategi yang kita gunakan harus lebih efektif dan mudah diterima di masyarakat, terutama masyarakat lapisan pedesaan.
Istilah “Dakwah kultural” yang baru-baru ini marak digunakan oleh para aktivis dakwah sebetulnya bukan lagi  menjadi hal baru dalam komunitas masyarakat, karena strategi seperti ini sudah pernah dilakukan oleh para ulama wali songo yang membaur dengan kebudayaan masyarakat saat itu dengan tetap berpegang pada prinsip pemurnian ajaran islam. hasilnya, tidak sedikit masyarakat yang akhirnya terpengaruh dan berubah mengikuti ajaran wali songo.

Belajar dari tokoh sekaligus ulama kita, KH AR Fachruddin, dimana beliu adalah seorang ulama dan da’i yang memiliki kemampuan luar biasa dalam menyampaikan dakwahnya di masyarakat khususnya lapisan pedesaan, dengan strategi dakwah cultural inilah beliu mampu merangkul masyarakat dan akhirnya masyarakat terpengaruh untuk berubah dan mengikuti ajaran islam yang benar.
Metode dakwah kultural ini memang tidak mudah, seorang da’i harus memiliki kemampuan komitmen dan keteguhan hati yang kuat dalam memegang ideologi, karena dia harus masuk dalam komunitas dengan mengikuti kebiasaan masyarakat yang ada saat itu, akan tetapi keikutsetaan da’i tidak boleh membuatnya larut dan akhirnya justru ikut dengan kebiasaan masyarakat. Dan selanjutnya, da’i harus mampu merubah kebiasaan buruk yang ada di masyarakat saat itu dengan perlahan tapi pasti. (Step by step). Metode ini hampir sama dengan metode yang Nabi gunakan ketika pertamakali al Qur’an turun kepadanya, yaitu metode Tadrijiyah. Akan tetapi, yang menjadi permasalahan saat ini, ketika kita menggunakan metode dakwah cultural untuk menyampaikan dakwah di masyarakat lapisan pedesaan, tidak semua orang memiliki kemampuan bisa menjaga komitmen diri dengan kuat, lalu bagaimana jika dengan cara itu justru membuatnya larut dan tidak bisa kembali pada kebenaran yang pertamakali ia bawa, maka ini menjadi sebuah dilema besar bagi kita, kita menyampaikan dakwah dengan tegas menyerukan kebenaran justru cepat ditolak oleh masyarakat, tapi dengan strategi dakwah kultural pun tidak mudah bisa mempengaruhi masyarakat apalagi kita dituntut untuk terlebih dahulu mengikuti kebiasaan mereka.
Munculnya konsep dakwah kultural, sebagaimana diputuskan oleh Sidang Tanwir  Muhammadiyah, Januari 2002, didorong oleh keinginan Muhammadiyah untuk mengembangkan sayap dakwahnya menyentuh ke seluruh lapisan umat Islam yang beragam sosial kulturalnya. Sehingga dengan dakwah kultural, Muhammadiyah ingin memahami pluralitas budaya, sehingga dakwah yang ditujukan kepada mereka dilakukan dengan dialog kultural, sehingga akan mengurangi benturan-benturan yang selama ini dipandang kurang menguntungkan, tetapi tetap berpegang pada prinsip pemurnian (salafiyyah) dan pembaharuan (tajdidiyah).
Dengan demikian, dakwah kultural sebenarnya akan mengokohkan prinsip-prinsip dakwah dan amar makruf nahi munkar Muhammadiyah yang bertumpu pada tiga prinsip Tabsyir, Islah dan Tajdid (TIT).
Prinsip tabsyir, adalah upaya Muhamamadiyah untuk mendekati dan merangkul setiap potensi umat Islam (umat ijabah) dan umat non-muslim (umat dakwah) untuk bergabung dalam naungan petunjuk Islam, dengan cara-cara yang bijaksana, pengajaran dan bimbingan yang baik, dan mujadalah (diskusi dan debat) yang lebih baik. Kepada umat Ijabah (umat yang telah memeluk Islam), penekanan tabsyir kepada peningkatan dan penguatan visi dan semangat dalam berislam. Sementara kepada  umat dakwah (umat non-muslim) adalah memberikan pemahaman yang benar dan menarik tentang Islam, serta merangkul mereka untuk bersama-sama membangun masyarakat dan bangsa yang damai, aman, tertib dan sejahtera. Dengan cara ini dakwah kepada non-muslim tidak diarahkan untuk memaksa mereka memeluk Islam. Tetapi membawa mereka kepada pemahaman yang benar tentang Islam, sehingga mereka tertarik kepada Islam, bahwa dengan sukarela memasuki Islam.
Prinsip Islah, yaitu upaya membenahi dan memperbaiki cara berislam yang dimiliki oleh umat Islam, khususnya warga Muhammadiyah, dengan cara memurnikannya sesuai petunjuk syar’I yang bersumber pada Al-Quran dan Sunnah. Ini dapat diartikan bahwa setelah melakukan dakwah dengan tabsyir, maka umat yang bergabung diajak bersama-sama memperbaiki pemahaman dan pengamalannya terhadap Islam.
Umat yang telah bergabung dalam dakwah tabsyiriyah memiliki background yang beragam baik sosial ekonomi, sosial budaya, maupun latar belakang pendidikannya. Keragaman tersebut akan membawa pengaruh kepada cara pandang, pemahaman dan pengamalan Islam, yang dalam banyak hal perlu diperbaiki dan dibenahi sesuai dengan pemahaman keagamaan Muhammadiyah, yang bersumber dari Al-Quran dan al-Sunnah.
Prinsip tajdid, sesuai dengan maknanya, prinsip ini mengupayakan pembaharuan, penguatan dan pemurnian atas pemahaman, dan pengamalan Islam yang dimiliki oleh umat ijabah, termasuk pelaku dakwah itu sendiri.
Untuk itu, da’i harus terlebih dahulu dibekali kompetensi-kompetensi yang berkaitan dengan prinsip-prinsip dakwah kultural yang akan diterapkan, da’i juga harus memahami multkulturalisme dan keragaman budaya di masyarakat sehingga tidak lagi membuat da’i phobia dan dikhawatirkan larut dalam masyarakat karena sepenuhnya ia sadar bahwa semua adat istiadat dan budaya masyarakat hanya menjadi sasaran perubahan. sesuai dengan jargon warga yogya "membaur tak berarti melebur".... 
wallahu a'lam.... 

NF
3/29/2012
5.45 PM
Sabtu, 03 Maret 2012 0 komentar

Kajian Kristologi: Download Kumpulan Artikel Kristologi II

Kajian Kristologi: Download Kumpulan Artikel Kristologi
Jumat, 02 Maret 2012 1 komentar

Konsep taqwa dalam al Qur'an

KONSEP TAQWA DALAM AL QUR’AN
A.   Muqaddimah
a)     Informasi umum
Dalam al Qur’an kata taqwa terdapat 224 ayat dengan berbagai bentuk  yang berbeda-beda tergantung konteks ayat yang ada, akan tetapi inti dari semua ayat itu bermuara pada beberapa pengertian, yaitu taqwa adalah orang yang beriman, taqwa adalah takut dan taqwa adalah beramal soleh.
Ketiga pengertian tersebut terdapat dalam surat 2: 182, 3:15-16, 3: 133-134, 2: 224, 2:21, 2:282, 4:9, 2:187, 39: 24, 2:24, 26:16, 13:34, 3:28, 2:180.
b)    Urgensi pembahasan
Dari berbagai bentuk dan makna taqwa yang ada dalam al Qur’an, maka kita akan mengkaji lebih dalam tentang konsep taqwa yang sebenarnya seperti apa, tak lepas dari konteks ayat maka hal yang perlu kita kaji adalah apakah orang yang bertaqwa itu pasti beriman? Lalu apakah taqwa itu adalah keimanan tertinggi seseorang?
                                                                                         
B.   Definisi
Secara etimologis kata taqwa merupakan bentuk masdar dari ittaqâ–yattaqiy ittaqâ–yattaqiy (اتَّقَى- يَتَّقِىْ),yang berarti “menjaga diri dari segala yang membahayakan”.
Kata ini berasal dari kata waqa-yagi-wiqayah yang berarti “menjaga diri menghindari dan menjahui” yaitu menjaga sesuatu dari segala yang dapat menyakiti dan mencelakan, taqwa juga berarti mengetahui dengan akal, memahami dengan hati dan melakukan dengan perbuatan. Taqwa juga melaksanakan semua perintah allah dan menjauhi larangannya.
 Taqwa mengandung pengertian yang berbeda-beda di kalangan ulama, namun semuanya bermuara pada satu pengertian yaitu Seorang hamba melindungi dirinya karena takut akan kemurkaan Allah azza wa jalla dan juga siksaNya. Hal itu dilakukan dengan melaksanakan yang diperintahkan dan menjauhi yang dilarangNya.
Afif Abdulullah Al Fahah Thabbarah mengatakan Taqwa adalah seorang memelihara dirinya dari segala sesuatu yang mengundang kemarahan Allah dan dari segala sesuatu yangmendatangkan mudharat baik dirinya maupun orang lain. Ibnu Rajab rahimahullah berkata bahwa asal taqwa adalah seorang hamba membuat pelindung yang melindungi dirinya dari hal-hal yang ditakuti. Jadi ketaqwaan seseorang hamba kepada Rabnya adalah ia melindungi dirinya dari hal-hal yang dia takuti, yang datang dari Allah berupa kemurkaan dan azabNya yaitu melakukan ketaatan kepadaNya dan menjauhi kemaksiyatan kepadaNya.
Orang-orang bertakwa diberi berbagai kelebihan oleh Allah Swt, tidak hanya ketika mereka di akhirat nanti tetapi juga ketika mereka berada di dunia ini. Beberapa kelebihan mereka disebutkan di dalam al-Quran, antara lain:
(1) Dibukakan jalan keluar pada setiap kesulitan yang dihadapinya
(2) Dimudahkan segala urusannya
(3) Dilimpahkan kepadanya berkah dari langit dan bumi
 (4) Dianugerahi furqân (فُرْقَان), yakni petunjuk untuk dapat membedakan yang hak dan bathil dan
 (5) Diampuni segala kesalahan dan dihapus segala dosanya.
(6). Disediakan surga-surga yang mengalir dibawahnya air  terdapat dalam surat ali imran ayat 15
(7). Dikaruniai istri-istri yang disucikan serta mendapat keridhoan allah, terdapat dalam surat ali imran ayat 15.
Dalam Qs. Ali Imron ayat 102 Allah berfirman Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benarnya taqwa kepadaNya, dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. Jika seorang ingin mencapai derajat taqwa mustahil ia dapatkan dalam waktu yang sekejap melainkan melalui proses yang sangat panjang dengan izin Allah. Allah pun tidak melihat hasil melainkan proses melalui ujian-ujian yang diberikan pada hambaNya baik dalam bentuk kebaikan maupun keburukan, kelonggaran maupun kesempitan dan sebagainya. Allah pun memberikan keluasaan untuk memilih bagi hambanya dua jalan yang terbentang dihadapannya berupa jalan fujur dan taqwa sebagaimana disebutkan dalam Al Qur’an.
Di sisi lain ayat-ayat Alqur’an yang bertemakan taqwa tersebut pada umumnya sangat berhubungan erat dengan “martabat” dan “peran” yang harus dimainkan manusia di dunia, sebagai bukti keimanan dan pengabdian kepada Allah. Misalnya, ayat Alqur’an yang berkaitan dengan masalah ini terungkap dalam Surat Alhujarat/49: 13 sebagai berikut : ”Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” Dalam ayat tersebut, taqwa dipahami sebagai “yang terbaik menunaikan kewajibannya”. Maka, manusia “yang paling mulia dalam pandangan Allah” adalah “yang terbaik dalam menjalankan perintah dan meninggalkan laranganNya”. Inilah yang menjadi salah satu dasar kenapa Allah menciptakan langit dan bumi yang menjadi tempat berdiam makhluk-Nya serta tempat berusaha dan beramal, agar nyata di antara mereka siapa yang taat dan patuh kepada Allah.
Allah juga menegaskan bahwa yang paling mulia di atas semuanya bukanlah yang menjadikan keragaman sebagai fait a compli, atau faktor yang memunculkan disharmoni,  Orang paling mulia adalah orang yang dapat memanfaatkan keragaman itu untuk memaksimalkan peran dirinya, peran sosialnya, peran profesinya, dan peran beragamanya melalui amalan. Bukan hanya amal dalam pengertian shadaqah, akan tetapi amal dalam pengertian karya nyata dan amal shalih. Rasulullah bersabda, bahwa manusia yang paling baik adalah mereka yang menciptakan manfaat, karya, serta amal shalih yang lebih banyak dan lebih baik bagi sesama umat manusia.
Ada beberapa hadis yang terkait dengan taqwa
Nabi bersabda, “Aku wasiatkan kepadamu agar kamu bertaqwa kepada Allah, mendengar dan mentaati, sekalipun kepada budak keturunan habsyi. Maka sesungguhnya, barangsiapa diantara kamu hidup pada saat itu akan menyaksikan banyak perbedaan pendapat. Oleh karena itu, hendaklah kamu mengikuti sunnahku dan sunnah khulafaurrasyidin yang mendapat petunjuk. Gigitlah kuat-kuat dengan gigi gerahammu dan waspadalah kamu terhadap perkara yang diada-adakan (bid’ah) karena setiap bid’ah itu sesat” (HR Ahmad IV , 126-127, Abu dawud, 4583)
Ibnu rajab mengartikan taqwa dalam hadis diatas adalah sebagai garansi untuk kebahagiaan dunia dan akhirat. 

C.   Taqwa dalam al Qur’an
Indikasi atau ciri orang yang bertaqwa adalah
1.     Gemar menginfakkan harta bendanya dijalan allah
2.     Mampu menahan diri dari sifat marah
3.     Mampu memaafkan oranglain yang telah berbuat salah kepadanya
4.     Tidak meneruskan perbuatan keji ketika terjerumus pada perbuatan keji

D.   Konsep taqwa
Al Baqarah :177 orang yang bertaqwa adalah orang yang beriman pada allah, hari akhir, malaikat, kitab, nabi, memberi harta yang dicintai pada kerabat, anak yatim
لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ أُولَئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ (177)
Taqwa amat erat kaitannya dengan iman, orang yang bertaqwa pasti dia beriman, sedangkan orang yang beriman belum tentu bertaqwa karena untuk menuju taqwa dia harus melewati jalur islam dan iman terlebih dahulu. Dalam al Qur’an banyak ayat yang menyebutkan kata taqwa dengan terlebih dahulu mengatakan kata iman, misalnya terdapat dalam surat al baqarah ayat 2, ayat 177 dan lainnya.
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa orang yang bertaqwa adalah orang yang beriman pada allah, hari akhir, malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, membarikan harta yang dicintai kepada kerabat, anak yatim, orang miskin, musafir, memerdekakan hamba sahaya, mendririkan sholat, menunaikan zakat, orang-orang yang menepati janjinya jika mereka berjanji, dan orang-orang yang bersabar ketika ditimpa penderitaan. Itulah orang yang bertaqwa.
Surat Al Baqarah : 197 Terkait ibadah haji
 الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ (197)
Dalam ayat ini menerangkan tentang bekal seseorang ketika hendak berhaji adalah taqwa, dalam beberapa tafsir disebutkan bahwa makna taqwa disini adalah bekal secara bathin atau mental yang baik, dengan bekal taqwa orang akan bisa melaksanakan ibadah haji dengan baik dan mabrur, dengan tidak melakukan hal-hal yang dilarang saat ibadah haji.

Al A’raf : 26 Pakaian taqwa
يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ ذَلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ (26)
Dalam ayat ini membahas tentang pakaian taqwa, ada dua penafsiran tentang pakaian taqwa terkait dengan ayat ini,
1. Pakaian taqwa yang menutup aurat
2. Ketaqwaan/keimanan, pakaian keimanan dan ketaqwaan yang dapat menutup diri kita dari segala keburukan.
Dalam ayat lain menyebutkan kaitan antara orang yang bertaqwa dengan orang yang beruntung, dalam beberapa ayat disebutkan bahwa orang yang bertaqwa adalah orang yang beruntung. Sebagaimana terdapat dalam beberapa ayat berikut,
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَنْ تَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ ظُهُورِهَا وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَى وَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (189)
Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung
 (Al Baqarah,189)                                                                                               
Dalam beberapa tafsir menjelaskan tentang  ayat ini bahwa taqwa disni adalah perintah untuk menjauhi segala larangan Allah dan meninggalkannya lalu menjalankan semua perintah-perintahnya agar beruntung di dunia dan akherat. 
قُلْ لَا يَسْتَوِي الْخَبِيثُ وَالطَّيِّبُ وَلَوْ أَعْجَبَكَ كَثْرَةُ الْخَبِيثِ فَاتَّقُوا اللَّهَ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (100)
Katakanlah: "Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan (Al Maidah, 100)
Dalam tafsir ibnu katsir dijelaskan bahwa bertaqwalah wahai ulil albab artinya bertaqwalah wahai orang yang memiliki akal yang sehat dan lurus, jauhilah maksiat dan tinggalkan dan jagalah diri agar kamu beruntung dunia dan akherat. Makna beruntung disini tidak hanya di dunia saja tetapi juga di akherat.
Kesimpulannya, bahwa jika orang ingin mendapat keberuntungan di dunia dan di akhirat maka ia harus bertaqwa, dan jika ia ingin bertaqwa ia harus beriman terlebih dahulu. Karena orang yang bertaqwa adalah pasti orang yang beriman, dan tidak akan mendapat keberuntungan jika orang tidak bertaqwa.
                 

Bagaimana komentar anda dengan postingan saya?

 
;