Selasa, 29 Oktober 2013 0 komentar

Jogja Kembali Hujan, bulan berakhir, apa yang sudah kau lakukan?



Bau harum tanahnya, gemerisik tetesnya, dingin suasananya, ah semua itu sudah kembali, setelah beberapa waktu kota ini menjadi incaran matahari, rupanya hanya soal waktu kembali menjadi normal. 

Bulan sudah berakhir, lagi-lagi soal waktu esok atau lusa sudah masuk bulan baru, secepat itu waktu berputar, rencana-rencana yang sudah tertulis, satu persatu mulai gugur, Bab 2 skripsi yang harus selesai akhir bulan ini betul-betul sks dalam sehari, program-program yang tertata rapi, hancur sudah, hanya bisa berharap dengan setengah kepala, semoga bulan besok ini bisa terlaksana. 

Manusia terlalu banyak berencana, terlalu banyak keinginan, tapi tidak memulai untuk melakukan, rencana sehebat apapun kalau hanya diam, dia tetap sampah yang akan terbuang. 

Mari lakukan semua hal yang sudah direncanakan, yang bisa dilakukan sebelum suatu hari nanti kita menyesal karena tak pernah memulainya.. 

Jadi, di oktober yang hampir habis ini, apa yang sudah kau lakukan nay? 



Bantul, 29 Oktober 2013
Sambil menemani santri belajar ditemani hujan yang makin deras.
Senin, 28 Oktober 2013 0 komentar

Catatan Kecil Symposium dan Pelatihan Da’i Nasional DPP IMM di Kota Bandung




Tema seminar : Dakwah Kultural Muhammadiyah di tengah hedonisme mahasiswa disampaikan oleh Bpk Agus Kusnadi selaku majelis tabligh PP Muhammadiyah.
Hedonisme dianggap menjadi sebuah tantangan dakwah di muhammadiyah, karena akar sejarah, dampak dan prilaku persoanal yang memiliki paham seperti ini hanya akan merusak moral umat islam.
Seorang da’i yang berusaha melakukan dakwah di masyarakat harus memiliki trifungsi dalam dirinya, pertama, fungsi kekhalifahan, kemudian fungsi kerisalahan dan terakhir fungsi kerahmatan. Ketiga fungsi ini harus menjadi satu kesatuan, harus berintegrasi dan menjadi karakter seorang da’i. Tiap fungsi tidak bisa mengabaikan fungsi yang lainnya.
Seorang da’i juga harus memiliki pola pikir yang holistik, tidak boleh berpikir setengah-setengah dan men-generalisir suatu permasalahan hanya dengan melihat dari satu sudut pandang saja. Yang terpenting lagi seorang da’i harus memiliki tauhid yang kholis, karena tauhid merupakan pondasi awal dan utama untuk membangun iman dan amal soleh.
Kenapa dakwah tidak boleh berhenti?
Pertanyaan ini menarik, kebanyakan orang hanya memahami secara normatif, bahwa dakwah tidak boleh berhenti karena sudah diwajibkan oleh Allah, sudah ada perintahnya dalam al Qur’an, kalau tidak ada seruan kebaikan lagi maka di dunia ini mungkin hanya akan ada sedikit orang yang sadar dengan kebaikan.
Jawabannya sederhana, karena Allah tidak pernah berhenti berbuat baik. Jika Allah saja tidak pernah berhenti, lantas atas dasar apa kita harus berhenti dari berdakwah?. Bahkan pada saat kita berhenti sekalipun, Allah tidak akan berhenti.
Kemudian materi seminar ini dilanjutkan dengan tema Revitalisasi dakwah kultural ormas untuk konsolidasi kebangsaan dan peran MKCH di tengah dinamika pemikiran, yang disampaikan oleh Ir Arif munawarti (anggota DPRD) dan Drs Ayat dimyati (Pimpinan PWM Jabar) .
Rumusan konsep dakwah di Muhammadiyah sudah pernah dibuat pada muktamar 1990 masanya Amien Rais. Pada dasarnya, dakwah di parlemen itu merupakan sebuah produk, sudah pada tataran implementasi, bukan lagi berbicara teori. Maka orang-orang yang masuk parlemen bisa dinilai aplikasi dari dakwah dan keimanan mereka setelah mereka merasakan langsung dinamika dan pergolakan ujian keimanan. Ketika mereka berhasil bertahan, mampu amanah, maka artinya dakwah/kebaikan yang mereka terima selama ini berhasil mereka aplikasikan di tataran praksis.
Yang menjadi masalah saat ini, kebanyakan dari da’i tidak memahami situasi riil di masyarakat, sehingga tidak sedikit dari da’i hanya berspekulasi dari sebagian saja realitas yang ia lihat, ia tidak merasakan langsung kesulitan yang dialami masyarakat bawah. Maka pada saat da’i berbicara panjang lebar tentang sesuatu hal, sementara ia tidak pernah memahami secara langsung, hasilnya ditolak mentah-mentah oleh masyarakat.
Metode dakwah kultural ini memang tidak mudah, seorang da’i harus memiliki kemampuan komitmen dan keteguhan hati yang kuat dalam memegang ideologi, pertama dia harus masuk dalam komunitas dengan mengikuti kebiasaan masyarakat yang ada saat itu, akan tetapi keikutsetaan da’i tidak boleh membuatnya larut dan akhirnya justru ikut dengan kebiasaan masyarakat. Dan selanjutnya, da’i harus mampu merubah kebiasaan buruk yang ada di masyarakat saat itu dengan perlahan tapi pasti. (Step by step). Metode ini hampir sama dengan metode yang Nabi gunakan ketika pertamakali al Qur’an turun kepadanya, yaitu metode Tadrijiyah. Akan tetapi, yang menjadi permasalahan saat ini, ketika kita menggunakan metode dakwah cultural untuk menyampaikan dakwah di masyarakat lapisan pedesaan, tidak semua orang memiliki kemampuan bisa menjaga komitmen diri dengan kuat, lalu bagaimana jika dengan cara itu justru membuatnya larut dan tidak bisa kembali pada kebenaran yang pertamakali ia bawa, maka ini menjadi sebuah dilema besar bagi kita, kita menyampaikan dakwah dengan tegas menyerukan kebenaran justru cepat ditolak oleh masyarakat, tapi dengan strategi dakwah kultural pun tidak mudah bisa mempengaruhi masyarakat apalagi kita dituntut untuk terlebih dahulu mengikuti kebiasaan mereka.
Munculnya konsep dakwah kultural, sebagaimana diputuskan oleh Sidang Tanwir  Muhammadiyah, Januari 2002, didorong oleh keinginan Muhammadiyah untuk mengembangkan sayap dakwahnya menyentuh ke seluruh lapisan umat Islam yang beragam sosial kulturalnya. Sehingga dengan dakwah kultural, Muhammadiyah ingin memahami pluralitas budaya, sehingga dakwah yang ditujukan kepada mereka dilakukan dengan dialog kultural, sehingga akan mengurangi benturan-benturan yang selama ini dipandang kurang menguntungkan, tetapi tetap berpegang pada prinsip pemurnian (salafiyyah) dan pembaharuan (tajdidiyah).
Dengan demikian, dakwah kultural sebenarnya akan mengokohkan prinsip-prinsip dakwah dan amar makruf nahi munkar Muhammadiyah yang bertumpu pada tiga prinsip Tabsyir, Islah dan Tajdid (TIT).
Prinsip tabsyir, adalah upaya Muhamamadiyah untuk mendekati dan merangkul setiap potensi umat Islam (umat ijabah) dan umat non-muslim (umat dakwah) untuk bergabung dalam naungan petunjuk Islam, dengan cara-cara yang bijaksana, pengajaran dan bimbingan yang baik, dan mujadalah (diskusi dan debat) yang lebih baik. Kepada umat Ijabah (umat yang telah memeluk Islam), penekanan tabsyir kepada peningkatan dan penguatan visi dan semangat dalam berislam. Sementara kepada  umat dakwah (umat non-muslim) adalah memberikan pemahaman yang benar dan menarik tentang Islam, serta merangkul mereka untuk bersama-sama membangun masyarakat dan bangsa yang damai, aman, tertib dan sejahtera. Dengan cara ini dakwah kepada non-muslim tidak diarahkan untuk memaksa mereka memeluk Islam. Tetapi membawa mereka kepada pemahaman yang benar tentang Islam, sehingga mereka tertarik kepada Islam, bahwa dengan sukarela memasuki Islam.
Prinsip Islah, yaitu upaya membenahi dan memperbaiki cara berislam yang dimiliki oleh umat Islam, khususnya warga Muhammadiyah, dengan cara memurnikannya sesuai petunjuk syar’I yang bersumber pada Al-Quran dan Sunnah. Ini dapat diartikan bahwa setelah melakukan dakwah dengan tabsyir, maka umat yang bergabung diajak bersama-sama memperbaiki pemahaman dan pengamalannya terhadap Islam.
Umat yang telah bergabung dalam dakwah tabsyiriyah memiliki background yang beragam baik sosial ekonomi, sosial budaya, maupun latar belakang pendidikannya. Keragaman tersebut akan membawa pengaruh kepada cara pandang, pemahaman dan pengamalan Islam, yang dalam banyak hal perlu diperbaiki dan dibenahi sesuai dengan pemahaman keagamaan Muhammadiyah, yang bersumber dari Al-Quran dan al-Sunnah.
Prinsip tajdid, sesuai dengan maknanya, prinsip ini mengupayakan pembaharuan, penguatan dan pemurnian atas pemahaman, dan pengamalan Islam yang dimiliki oleh umat ijabah, termasuk pelaku dakwah itu sendiri.
Materi I Pelatihan Da’i Nasional.
Metodologi Manhaj Tarjih Muhammadiyah disampaikan oleh Prof.Dr.Syamsul Anwar.MA (seharusnya) namun karena berhalangan hadir digantikan oleh Bpk Dadang Komarudin (Wakil Ketua PWM Jawab barat).
Manhaj tarjih secara harfiah berarti cara melakukan tarjih. Sebagai sebuah istilah, manhaj tarjih lebih dari sekedar “cara mentarjih.” Istilah tarjih sendiri sebenarnya berasal dari disiplin ilmu usul fikih. Dalam ilmu usul fikih tarjih berarti melakukan penilaian terhadap suatu dalil syar’i yang secara zahir tampak bertentangan untuk menentukan mana yang lebih kuat. Atau juga diartikan sebagai evaluasi terhadap berbagai pendapat fikih yang sudah ada mengenai suatu masalah untuk menentukan mana yang lebih dekat kepada semangat al-Quran dan as-Sunnah dan lebih maslahat untuk diterima. Sebagai demikian, tarjih merupakan salah satu tingkatan ijtihad dan merupakan ijtihad paling rendah. Dalam usul fikih, tingkat-tingkat ijtihad meliputi ijtihad mutlak (dalam usul dan cabang), ijtihad dalam cabang, ijtihad dalam mazhab, dan ijtihad tarjih.
Manhaj (metodologi) tarjih juga mengandung pengertin sumber-sumber pengambilan norma agama. Sumber agama adalah al-Quran dan as-Sunnah yang ditegaskan dalam sejumlah dokumen resmi Muhammadiyah,
1. Pasal 4 ayat (1) Anggran Dasar Muhammadiyah yang telah dikutip di atas yang menyatakan bahwa gerakan Muhammadiyah bersumber kepada dua sumber tersebut.
2.   Putusan Tarjih Jakarta 2000 Bab II angka 1 menegaskan, “Sumber ajaran Islam adalah al-Quran dan as-Sunnah al-Maqbūlah (السنة المقبولة).” Putusan Tarijih ini merupakan penegasan kembali apa yang sudah ditegaskan dalam putusan-putusan tedahulu (HPT, h. 278),
الأَصْلُ فِي التَّشْرِيْعِ اْلإِسْلاَمِيِّ عَلَى اْلإِطْلاَقِ هُوَ اْلقُرْآنُ اْلكَرِيْمُ وَالْحَدِيْثُ الشَّرِيْفُ .
Artinya:
Dasar mutlak dalam penetapan hukum Islam adalah al-Qur’an dan al-Hadits asy-Syarif.
Kemudian beliau menjelaskan bagaimana implementasi tarjih dan tajdid dalam gerakan muhammadiyah, muhammadiyah memiliki prinsip cerdas mengkritisi dan cermat memberikan solusi. Untuk itu hasil dari keputusan tarjih tidak serta merta menjadi doktrin yang mutlak, tapi bersifat terbuka dan menerima masukan, kalau ada perubahan maka keputusan pun bisa jadi berubah.
Kisah Sukses Kaderisasi Muhammadiyah Tempo dulu disebabkan oleh: Keikhlasan dan Kebersamaan misalnya dengan Mendirikan Sekolah (AUM lainnya), tanpa ada harapan menjadi kepala sekolah, guru, karyawan ataupun rekanan bisnis. Kalaupun mereka menjadi pengelolanya, rela digaji lebih rendah daripada tenaga dari luar. Kalaupun jadi rekanan bisnis, rela dicicil/ditangguhkan pembayarannya. Segenap Warga/Pimpinan berkomitmen untuk memajukan sekolah tersebut; hanya menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah Muhammadiyah sekalipun anaknya masih berkesempatan masuk sekolah negeri. Hal-hal ini yang pada masa sekarang sudah tidak berlaku lagi di muhammadiyah, sudah banyak warga muhammadiyah yang mulai prgamatis dan masuk muhammadiyah hanya karena ada kepentingan.
Materi ke II Dakwah melalui tulisan disampaikan oleh Mas Dadan Ramadhan (Editor sekaligus pengurus PWM Jabar).
Jurnalistik dakwah adalah suatu kegiatan menyampaikan pesan berupa dakwah kepada khalayak ramai melalui saluran media. Media ada berbagai macam, Cetak (Surat Kabar, Majalah, Tabloid) Elektronik (Facebook, Twitter, Instagram, Blog, Web).
Seorang jurnalis muslim harus memiliki sifat kenabian dalam menyampaikan pesan dakwahnya, ada 4 sifat kenabian :
Ø Shiddiq mengacu kepada pengertian jujur dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulisan. Dalam konteks jurnalistik, shiddiq adalah menginformasikan sesuatu yang benar dan membela serta menegakkan kebenaran itu. Standar kebenarannya tentu saja kesesuaian dengan ajaran Islam (Al-Quran dan As-Sunnah).
Ø Amanah artinya tepercaya, dapat dipercaya, karenanya tidak boleh berdusta, merekayasa, memanipulasi atau mendistorsi fakta
Ø Tabligh artinya menyampaikan, yakni menginformasikan kebenaran, bukan malah memutarbalikkan kebenaran.
Ø Fathonah artinya cerdas dan berwawasan luas. Jurnalis muslim dituntut mampu menganalisis dan membaca situasi, termasuk membaca apa yang diperlukan umat dengan meneladani kecerdasan Nabi Muhammad SAW (prophetic intelligence).
Seorang penyampai dakwah di media juga harus Menyampaikan informasi dengan benar, juga tidak merekayasa atau memanipulasi fakta (QS. Al-Hajj: 30); Bijaksana, penuh nasihat yang baik, serta argumentasi yang jelas dan baik pula. Karakter, pola pikir, kadar pemahaman objek pembaca harus dipahami sehingga berita yang disusun akan mudah dibaca dan dicerna  (QS. An-Nahl: 125); Meneliti fakta/cek-ricek. Untuk mencapai ketepatan data dan fakta sebagai bahan baku berita yang akan ditulis, jurnalis muslim hendaknya mengecek dan meneliti kebenaran fakta di lapangan dengan informasi awal yang ia peroleh agar tidak terjadi kidzb, ghibah, fitnah dan namimah (QS. Al-Hujarat: 6);  Tidak mengolok-olok, mencaci-maki, atau melakukan tindakan penghinaan sehingga menumbuhkan kebencian (QS. Al-Hujarat: 11); Menghindari prasangka/su’udzon. Dalam pengertian hukum, jurnalis hendaknya memegang teguh “asas praduga tak bersalah”.
Realitasnya banyak dari jurnalis media saat ini mengabaikan prinsip-prinsip dasar dalam menyampaikan kebenaran sehingga akibatnya pemberitaan di media menjadi berlebihan, tidak sesuai fakta, terjadi fitnah, dan kebenaran tidak tersampaikan dengan baik. Maka kader IMM harus rajin-rajin menulis dan mengirimkannya di media..
Materi III Marketing dakwah oleh M.Khoirul Muttaqien (Direktur LAZISMU Pusat)
Gerakan dakwah yang marak saat itu terbagi menjadi 2, gerakan dakwah kiri dan kanan, sedangkan posisi IMM berada di tengah-tengah tapi justru menjadi abu-abu dan tidak jelas karena tidak mempunyai identitas yang jelas.
Mengapa IMM tidak seterkenal gerakan lain?
Karena IMM tidak punya daya jual yang tinggi di hadapan khalayak. IMM tidak memiliki identitas yang jelas yang bisa membedakan dari gerakan lain, misalnya KAMMI atau HTI, hanya dengan melihat mereka satu kali saja kita sudah bisa mengenali mereka melalui penampilannya, melalui akhwatnya yang berpakaian sangat tertutup. Sedangkan IMM? Apa yang bisa membuat kita bisa mengenali kader IMM di tengah ribuan manusia di negeri ini. Padahal kebanyakan orang akan tertarik pada sesuatu berawal dari penampilan, dari fisik yang bisa mereka indera, soal visi misi, ideologi, AD ART atau apapun itu hanya akan membuat mereka tertarik dan tahu setelah mereka masuk di dalamnya.
Oleh karena itu mulai saat ini IMM perlu membuat suatu kesepakatan bersama untuk menentukan identitas simbolis apa yang bisa membuat kita berbeda, membuat kita menarik massa. Misal cara berdakwah IMM yang harus seperti apa sehingga kita tahu “oh dia da’i dari IMM”, atau cara berdiskusi yang seperti apa sehingga orang akan tahu “Oh itu kader IMM toh pantas sekali cerdas dan berwawasan luas”. Hal-hal semacam ini yang belum kita miliki.
Maka langkah pertama yang harus kita lakukan adalah membuat perencanaan, dengan punya daya jual tinggi dan menarik massa maka dakwah yang akan kita sampaikan pun akan mereka dengar dan ikuti.
Materi IV IMM Membumi dari Masjid oleh Bpk Asep Purnama Bachtiar (Ketua MPK PP Muhammadiyah)
Sejatinya 3 gerakan IMM (keagamaan, kemahasiswaan dan kemasyarakatan) adalah perincian dari 3 gerakan dalam Muhammadiyah (Islam, dakwah, tajdid) yang mengalami perubahan situasi dan kondisi objek dakwah.
IMM saat ini, katanya sudah jauh dari masjid, kalau dulu ada yang mengatakan untuk mencari anak IMM cukup datangi masjid dan perpustakaan, karena di 2 tempat itulah mereka biasa berkumpul. Realitasnya saat ini gimana?
Masjid-masjid kampus justru dikuasai oleh gerakan –gerakan lain, jarang sekali ditemukan kader IMM berada disana, di perpustakaan, saat ini orang ke perpustakaan hanya ada 2 kepentingan, mengerjakan tugas dan skripsi. Selain itu, jarang sekali mahasiswa yang datang ke perpus berlama-lama untuk membaca buku dan mengkajinya.
IMM perlu memasifkan kembali gerakan dakwah di masjid, jadikan masjid sebagai pusat dakwah dan informasi. Di masjid-masjid bisa diadakan berbagai macam kegiatan baik yang bersifat kegamaan misalnya pengajian, belajar membaca al Qur’an, sholat dhuha bersama, kajian rutin, atau yang bersifat kemahasiswaan/intelektualitas misalnya diskusi, baca buku, bedah buku, belajar bareng, dan yang bersifat sosial, misalnya ada majelis ta’lim untuk ibu-ibu, baksos, TPA, atau apapun itu yang masyarakat bisa rasakan hasilnya.
Materi V Paradigma Pemikiran dan Tabligh Ikatan oleh Mas Abdul Halim Sani (Instruktur DPP, Mantan Bidang Dakwah DPP IMM)
Paradigma artinya world view, sudut pandang. Menurut George Ritzer, paradigma adalah gambaran fundamental mengenai subyek ilmu pengetahuan, yakni memberikan batasan apa yang harus dikaji, pertanyaan yang harus diajukan, bagaimana harus dijawab, dan aturan-aturan yang harus diikuti dalam memahami jawaban yang diperoleh.
Dasar agama islam adalah al Qur’an dan Sunnah. Selanjutnya akal pun dalam wilayah tertentu dijadikan dasar untuk menetapkan hukum. Muhammadiyah membagi 3 cakupan nash, ada aqidah, ibadah dan muammalat.
Perangkat dakwah ikatan yang paling penting adalah Muballigh, dengan harus memiliki karakter Pengetahuan Islam luas dan mengamalkannya, Zuhud dalam kehidupan, Bersih jasmani dan rohani, Pemaaf, penyabar dan jujur, Tegas bertidak dan proporsional, Berlaku adil dan watak robbaniyah.
Cara berdakwah ikatan yaitu dengan “Menjadikan Islam sebagai rahmat” dengan cara; Mudahkanlah jangan dipersulit, Gembirakanlah jangan membuat sedih. Masifkan kembali gerakan jamaah dakwah jamaah di tiap masjid kampus.
Bandung, 24-27 Oktober 2013
Wallahu A’lam bi Showab.

Bagaimana komentar anda dengan postingan saya?

 
;