Jumat, 29 Agustus 2014 0 komentar

Semacam Ilustrasi


Ketika seseorang membuatmu menunggu itu berarti ada hal yang lebih penting dari dirmu yang harus ia kerjakan.

Aku mencoba memberikan perumpamaan, semacam ilustrasi untuk menghibur diri.
Yeah, seperti seseorang yang sedang dalam perjalanan panjang, dalam pencarian, kelelahan karena hal yang sudah ia kerjakan, lalu... lalu... padakulah ia pulang, pada perempuan yang menunggunya di akhir perjalanan, di sudut jalan.
Sebab itu menunggu adalah waktu yang digunakan seseorang untuk berjalan pulang. Dan seperti yang kau tahu, aku berharap perempuan tempatmu pulang adalah aku.

Iya, aku... 


29 Agustus 2014. 
Senin, 18 Agustus 2014 1 komentar

Hari ini aku...




Hari ini aku menemukanmu, pada tetes hujan yang jatuh tepat di sore manisku, memelukku gigil dengan erat, aku larut dalam derasmu.
Hari ini aku menemukanmu, pada jalanan sore yang lengang, aku berjalan sendirian dan kau menatapku dalam bayang-bayang.
Hari ini aku menemukanmu, di langit sore yang kelabu, hujan enggan berhenti, aku kedinginan dan kau memberiku kehangatan dalam pikiran.
Aku terlalu sering menemukanmu, hingga aku tidak lagi bisa membedakan antara nyata dan mimpiku.




Pakpayoon, 18 Agustus 2014 
Jumat, 15 Agustus 2014 0 komentar

Harta karun yang hilang



Hey kunang-kunang malam, kemana perginya kau? Kupikir dengan lagu-lagu galau ini kuputar, cukup membuatmu tergoda mendatangiku, lalu dengan sudah aku tahu kau akan berkata sok tua menasihatiku, ah kau lupa aku lebih tua darimu.. hihi, :-P
Aduh nay, bersiap-siap alzheimer nanti tua sering-seringka galau.
Eh siapa bilang aku galau, lihat dong aku bahagia, kebetulan saja ini liburan kuputar lagu begini, tak ada hubungannya dengan moodku eh.
Seperti biasa aku mengelak.
Alah, palingan bohong lagi.
Si kunang-kunang jelek mulai menyebalkan.
Betulan ini, aku tidak galau, hanya saja.. .
Pandanganku beralih menatap bulan. Hanya untuk mengalihkan biar si kunang-kunang jelek tak menatapku.
Hanya saja apa?
Kunang-kunang mulai memaksa ingin tahu, ih kepo deh, :-P
Pandanganku masih belum beralih, ah biar saja lagian kunang-kunang nyebelin si.
Hanya saja aku sedang ingin melampiaskan kepingan-kepingan harta karunku yang akhir-akhir ini kusembunyikan.
Baru saja kuakui rahasiaku, dan ah dasar kunang-kunang jelek, ternyata dia sudah pergi.
Baguslah, bila dia tahu apa yang akan dia katakan padaku, huft.

Lebih baik dia tidak tahu.. 



15 Agustus 2014
Kamis, 14 Agustus 2014 0 komentar

Harta karun yang tersembunyi



Bukan ku tak rindu, sungguh bukan, sebab ini adalah bagian dari resiko memilih jauh darimu.
Pilihan memang selalu sulit, sebab ada dua hal yang bersisian tapi kamu harus mengambil satu sisi yang kamu anggap itu paling penting untuk hidupmu, lalu bagaimana nasib satu sisi lainnya? Itulah, pilihan memang selalu sulit.
Hari ini kusimpan harta karun perasaanku satu persatu dalam kotak hatiku, hingga suatu hari harta karun yang kusembunyikan akan sampai di tanganmu dengan penuh kegirangan, aku tersenyum memberikannya dan kau menerima dengan bahagia.
Harta karun yang kusimpan itu kusebut ia rindu.
Aku menyimpannya diam-diam setiap malam menjelang tidur.

#efek kangen sama umi.



14 Agustus 2014

Pakpayoon. 
Rabu, 13 Agustus 2014 0 komentar

Perempuan yang menunggu



Seseorang yang tidak kukenal, ia duduk sendirian di ujung jembatan, disana ada kursi panjang yang ramai dedaunan, daun-daun kuning yang berjatuhan, jembatan yang sepi, tidak ada lalu lalang, pantas saja ia begitu asyik duduk, kedua tangannya menyentuh permukaan kursi, matanya nanar memandangi hamparan danau dan matahari yang mulai tenggelam, bajunya sedikit lusuh, jilbab coklatnya menutupi sebagian wajahnya sebab angin yang menemaninya dalam sunyi, sepertinya ia sudah cukup lama berada disana, entah sejak pagi, siang tadi atau bahkan hari kemarin, tak ada yang tahu, tapi sinar wajahnya yang tersapu cahaya mentari merekah girang, entah apa yang membuat senyum itu terlihat tulus sekali.
Sore itu tanpa sengaja aku melewati jembatan, ingin mengabadikan senja dalam ingatan sebab hari ini hari terakhir aku berada di perantauan, esok langit dan indah kota ini tak bisa kurasai lagi, dan aku melihatnya, gadis yang senyumnya tulus, dengan baju lusuh dan jilbab coklat muda, kulitnya tidak terlalu putih tapi sore itu aku rasa cahaya mentari membuat wajahnya menjadi bersinar kegirangan.
Tersebab ini hari terakhirku, dan esok, lusa bahkan seterusnya mungkin aku tak bertemu gadis itu lagi, aku ingin sekali menyapanya, sekedar bertanya apa yang dia lakukan di sore yang manis ini. Berkat rasa penasaranku yang terlampau besar, kuberanikan diri mendekat.
Belum sampai sepersekian langkah aku mendekat, rupanya gadis itu sadar ada seseorang yang memperhatikannya sejak tadi. Dalam sekian detik saja aku melihat wajahnya, wajah yang tidak pernah kulihat selama ini, senyum yang tulus, tapi menyimpan banyak duka pada sorot matanya, akhirnya aku tahu ia duduk disini sedang menunggu, entah apa yang ia tunggu aku tak tahu, aku hanya melihat itu dari wajah yang penuh kesabaran.
Apa yang hendak anda tanyakan, sepertinya anda orang yang sudah kesekian menghampiri saya dan bertanya hal yang sama. 
Suaranya parau tapi lantang. Dan aku sungguh malu sudah melakukan hal gila ini, menghampiri seseorang yang tidak kukenal hanya karena ingin tahu apa yang sedang ia lakukan.
Begitu rupanya, maaf kalau saya menganggu, saya hanya sekedar lewat dan kebetulan melihat anda, dan mungkin pertanyaan saya sama dengan yang lain, sedang apa anda duduk disini, ini sudah hampir malam, tidak baik gadis berkeliaran malam hari.
Jawaban sok diplomatis yang kulontarkan. Setidaknya untuk menutupi rasa maluku ini.
Saya sedang menunggu, menunggu waktu, menunggu hari berlalu, dan menunggu seseorang yang akan datang. Itupula jawaban yang saya lontarkan pada setiap orang yang bertanya. Dan mohon tidak bertanya lagi. Biarkan saya disini, tetap menunggu sendirian.
Hanya itu, dan setelah itu aku tidak berani melanjutkan pertanyaan, baiklah hari ini cukup, sebaiknya aku memang pergi, toh gadis ini siapa pula dia tidak kukenal.
Sepanjang perjalanan pulang, wajah gadis itu timbul tenggelam dalam ingatan, mengapa gadis setulus itu harus menunggu begitu lama, siapa yang dia tunggu, untuk apa dia menunggu.
Sudahlah.
***
2 tahun kemudian...
Akhirnya aku bisa menginjakkan lagi kota kenangan ini, kota tempat merantau selama 4 tahun, hidup dengan berbagai budaya dan lingkungan yang berbeda, tapi aku menyukainya, aku suka kota ini, sebab ia membuatku jadi lelaki dewasa.
Dalam perjalanan menuju penginapan, mobil yang membawaku berhenti sebentar, supir yang membawaku hendak mengambil barang di salah satu temannya, kami berhenti tepat di sebuah tempat yang bagiku tak asing lagi, danau kecil, jembatan diatas danau, dan kursi panjang di ujung jembatan, rumah yang dulu baru beberapa sekarang sudah penuh dengan perumahan dan mobil mewah, kupikir ini tak akan memakan waktu lama, aku hanya duduk di kursi belakang dengan santai, tapi ternyata sudah 15 menit berlalu supir yang membawaku tak juga datang, aku mulai merasa kesal, akhirnya aku keluar dari mobil.
Suasana yang masih kuingat, tempat terakhir yang kukunjungi sebelum aku pulang, dan seseorang yang duduk di ujung jembatan, mataku nanar melihat ke ujung jembatan, wajah yang pernah kulihat, wajah yang dulu, gadis itu, yang sedang menunggu, mengapa hari ini dia masih duduk disana. Satu tanda tanya besar.
Hampir saja aku berlari menghampirinya sebab sudah 2 tahun berlalu dan mengapa ia masih juga disini? Banyak pertanyaan yang memenuhi pikiran. Tapi langkahku berhenti, sebab gadis itu sudah tak sendiri lagi, disampingnya ada seseorang, yah seseorang yang sudah sangat kukenal, wajah yang tak asing, senyum yang naif, dan hey, baju itu, bukankah itu baju kesukaanku, mengapa laki-laki itu memakainya juga, mereka terlihat sangat bahagia, gadis yang kuketahui itu terlihat sangat bahagia, sesekali ia sandarkan kepalanya pada bahu laki-laki itu dan tangan si laki-laki pun merangkulnya, mereka pasangan yang berbahagia, dan entah kenapa aku sangat iri melihatnya.
Rupanya laki-laki bodoh itu yang ia tunggu, entah sebab apa aku merasa muak dengan laki-laki itu, sudah hampir 2 tahun berlalu, dan dulu saat aku melihat gadis itu, aku melihat ada ketulusan, kesabaran dan cinta yang sangat besar, lelaki mana yang menolak dicintai dengan cinta yang besar oleh perempuannya.
Aku mengenalnya, sangat mengenalnya, dia sudah tak asing lagi dalam hidupku. Dan memang, saat kulihat sekali lagi wajah lelaki itu, wajah kami memang sama.
***
Terkadang dalam hidup, ada orang yang tidak pernah sadar dan menyadari bahwa jauh di tempat yang ia tidak tahu, ada seseorang yang sudah menunggunya, seseorang yang setia dan tulus menunggunya, mencintai dengan cinta yang besar, tapi banyak orang yang tidak menyadari itu. 



Pakpayoon.

13 Agustus 2014
Sabtu, 09 Agustus 2014 0 komentar

Suatu hari saat aku bahagia



Suatu hari dimana saat itu aku merasa bahagia, duduk dalam bus perjalanan ke malasyia, seperti biasa memilih duduk yang dekat jendela, lagu hugh grant and heley bennet sudah dua kali kuputar, dan simsalabim, rupanya hujan deras menemani perjalanan, bahagiaku bertambah.
Suatu hari saat aku merasa bahagia, kekhawatiran tentangmu sudah berkurang perlahan-lahan, kau menjadi amat dewasa kurasa, dan aku pun menjadi tahu diri, perjalanan tentang kita sudah sepenuhnya kuikat dengan waktu dan garis Tuhan, jika suatu hari waktu dan garis Tuhan membuat ikatan kita berhenti maka aku akan sepenuhnya rela, sebab sudah kukatakan waktu dan garis Tuhan yang akan menghentikan semuanya.
Aku masih saja mengingatmu, tidak mungkin ingatan itu kuhapus begitu saja sebab kamu seseorang yang sudah merampas memoriku tentang banyak hal, aku masih mengingatmu dalam keadaan aku bahagia, ketakutanku tidak sebesar hari-hari yang lalu, sebab terkadang mengikuti air yang tenang bisa membuat kita sampai pula pada tujuan, yaitu lautan.
Hujan yang deras, lagu yang romantis, semua menambah lengkap kebahagiaanku, entah bagaimana dan sedang apa kau disana aku merasa baik-baik saja, karena aku tahu, kau pun tahu cara Tuhan akan lebih baik untuk kita harus bersikap.
Aku ingin kita dipertemukan suatu hari nanti dengan cara yang paling baik.
Aku pun berharap demikian.
Suatu hari nanti, disaat yang paling baik, di waktu yang paling baik..
Aku akan menunggu.




Pakpayoon,

09 Agustus 2014
Selasa, 05 Agustus 2014 0 komentar

Ada yang hilang



Suatu hari seorang ibu dan anak sedang duduk-duduk manis di beranda rumah, sore menjelang malam, langit mulai terlihat gelap, sang anak sedang asik memijati pundak ibu yang keletihan seharian bekerja.
Di sela-sela itu, ada saja obrolan hangat yang membuat hubungan anak dan ibu itu menjadi sangat dekat, tawa sesekali muncul, hingga pada saatnya obrolan yang tidak diduga muncul ke permukaan.
Nak, apa kau pernah jatuh cinta?
Tanya sang ibu memulai percakapan yang tidak diduga, sebab selama ini obrolan semacam itu tidak pernah muncul diantara mereka, sang ibu takut sebab usia anaknya masihlah sangat muda.
Pijatan si anak tiba-tiba mengendur, ia sempat berhenti sejenak dan memandangi langit yang hampir gelap.
Kenapa memang bu, kok tiba-tiba begini toh ibu bertanya.
Jawab si anak berusaha tetap tenang, meskipun ada sesuatu yang ia sembunyikan.
La nduk, piye anakku udah sebesar ini masih belum jatuh cinta kan ibu yang khawatir, jangan-jangan malah sukanya bukan pada laki-laki.
Timpal sang ibu menggoda.
Huss, ibu ini, ya ndaklah bu, aku yo seneng karo cah lanang bu.
Jawab si anak mengaku, akhirnya ia tertipu dugaan sang ibu yang sebenarnya hanya ingin mengujinya.
Gelak tawa muncul dari sang ibu yang merasa menang dengan umpannya.
Nak, ibu tidak pernah melarang kamu jatuh cinta, suka sama siapa saja boleh, tapi kalau seseorang itu kamu harapkan jadi suamimu kelak, sebaiknya kamu harus banyak pertimbangan, jangan asal memilih laki-laki yang sekedar bagus di tampang tapi kelakuan buruk.
Sang ibu yang sedang dipijat membalikan badannya menghadap si anak, rupanya pembicaraan menjadi bertambah serius.
Si anak bersemu merah, ia gelagapan, tidak tahu harus memberikan jawaban jenis apa, sebab dalam hatinya ia ingin sekali bercerita.
Ibu adalah ibu, ia tahu apa yang anaknya sembunyikan, tapi dia tak ingin memaksa anaknya bercerita, biarlah anaknya yang mengaku sendiri.
Si anak diam sesaat, hatinya ragu haruskah ia bicara, selama ini ia sudah sering menyembunyikan banyak hal pada ibunya, mungkin inilah saatnya.
Bu, kalau mencintai seseorang tapi tidak tahu masa depan jenis apa yang menimpa antara kami, sebab cinta kadang membuat seseorang lupa dengan kepastian, dengan halangan, dengan banyaknya duri yang dilewati, cinta jenis apa itu bu? Bila mencintai seseorang berharap ia menjadi orang di masa depan, tapi waktu membuatnya perjalanan terhenti, sebab jalan yang ditempuh tak juga bisa dibaca, masa depan tak pernah ada yang tahu arahnya. Cinta macam apa ini bu?
Kata-kata si anak mengalir begitu saja, perasaan malu membuatnya lupa.
Nak, cinta itu tidak pernah ada yang rumit, cinta itu sederhana, ia seperti hujan, yang tetesnya membawa kebaikan, kalau tetes kebaikannya membuatmu masih harus meraba jalan mana yang akan kau singgahi, maka itulah cinta, jika tetes kebaikannya bahkan membuatmu harus menunggu dan waktu yang berjalan sampai akhirnya berhenti dengan sendirinya, maka itulah cinta, kalau kau merasa nyaman dengan cinta macam itu, maka tetaplah pertahankan cintamu, sebab mencintai bukan saja soal ia cantik atau tampan, tapi memberikan separuh hati kita untuk kita percayakan pada seseorang yang kita pilih, sebab itu cinta menjadi sangat mulia, seperti amanah yang tidak semua orang bisa menjaganya dengan benar.
Sebab Tuhan nak, ia tidak pernah tidur, Dia tahu apa yang hambanya minta, sebab itu banyaklah berdo’a, jadilah orang baik maka Tuhan tidak akan segan mengabulkan.
Tanpa sang ibu sadari, mata si anak sudah basah sejak tadi, ia menangis, sebab nasihat ibunya adalah nasihat paling bijak yang pernah ia dengar, dan ia merasa nyaman sekali karena akhirnya sang ibu tahu apa yang anaknya rasakan.
Rupanya langit sudah benar-benar gelap, dan orang yang ditunggu sudah datang.
Ayah datang bu.
Ayah bawa apa..
Teriak si anak berlari menghampiri sosok yang dipanggil ayah itu. Laki-laki berkacamata tebal itu sudah datang.
Sang ibu hanya bisa menangis, sebab ia tak melihat siapa-siapa.


Pakpayoon.

5 Agustus 2014
Minggu, 03 Agustus 2014 0 komentar

Bagaimana Jika...



Aku sudah membayangkanmu jauh-jauh hari, menerka-nerka perjalanan kita, berjalan berdua di pinggir pantai, kau mengenggam erat jemariku sebab aku begitu khawatir pada air, banyak hal sial yang kualami di lautan, aku pernah tenggelam dua kali, untung saja seseorang menyelamatkanku, setiap kali minum aku selalu menumpahkan air, dan banyak hal lainnya yang teman-temanku bilang aku tidak pantas hidup di dunia air.
Aku sudah membayangkanmu jauh-jauh hari, kita hanya berjalan saja di pinggir pantai, menunggu matahari tenggelam, kita duduk manis di pasir, kita saling bercerita, melihat orang-orang berlalu lalang, kau sedikit mencuri pandang pada bule-bule seksi itu tapi aku menyuruhmu memalingkan wajah, tapi kau justru memalingkan wajahmu padaku, hanya melihatku saja, dan itu cukup membuat pipiku merah menahan malu.
Kita menyaksikan matahari cantik itu tenggelam, langit berubah orange kecoklatan, kau bilang ini pertama kalinya melihat sunset dengan perempuan dan itu aku, betapa saat itu aku bahagia tak terkira, dan kita menghabiskan sore itu hanya berdua saja, di pinggir pantai melihat matahari tenggelam, di sebuah pulau tempat kita berbulan madu.
Aku terlalu sering naif dan hidup dalam dunia mimpi, terlalu banyak hal yang kubayangkan dan ingin kulakukan itu hanya denganmu.
Bagaimana jika, suatu hari nanti ternyata Tuhan berkehendak lain, kita tidak berjodoh, lalu bagaimana dengan mimpi-mimpi yang sudah kaurencakan.
Katamu suatu hari tersebab ketakutan akan sakit yang kualami di kemudian hari.
Aku akan sering-sering meminta pada Tuhan, bukankah tidak ada yang mustahil untuk Dia mewujudkan?
Jawabku menghibur diri.
Andai kau tahu, jauh dalam hatiku, aku pun takut, bahkan mungkin ketakutanku melebihi ketakutanmu, bagaimana jika...
Aku hanya bisa berdo’a.


Pakpayoon.

03 Agustus 2014
0 komentar

Sebab aku, memang perempuan keras kepala.


Aku lelah berdebat denganmu.
Kataku suatu hari saat kau memintaku yang kesekian kalinya untuk berhenti.
Kau tidak tahu betapa keras kepalanya aku, sampai lelah menyergapku dan mungkin tidak ada lagi harapan sedikitpun, saat itulah aku akan berhenti.
Aku tidak tahu jawaban jenis apa yang harus kukatakan untuk membuatmu yakin, untuk membuatmu lebih berani, dan membuatmu menatapku seutuhnya.. sungguh, kali ini aku pasrah, tapi izinkan aku untuk terus menyebutmu dalam do’aku, izinkan aku untuk terus menginginkanmu dalam hidupku di masa depan, hingga waktu sendiri yang membuat semuanya akan berhenti.
Sebab aku, memang perempuan keras kepala, dan kau sudah tahu itu...



03 agustus 2014


Bagaimana komentar anda dengan postingan saya?

 
;