Hai..
apakabar?
bukankah akhir-akhir ini malam menjadi hangat dan ramai?
tidakkah kau juga merasakannya?
malam yang lalu, malam kemarin, juga malam ini sepi dan gelap mendadak hilang, berganti dengan hangat dan selimut tebal, ah mungkin karena langit kita berbeda mungkin kau tidak merasakannya.
hai, apakabar?
hujan mengingatkan lagi semua hal yang kuredam, tentang pertemuan pertama kita di sore yang riang ditemani hujan, tentang pertemuan kali kesekiannya kita di sore yang deras, juga banyak pertemuan kita yang selalu ditemani hujan.
tidakkah kau mengingatnya juga?
sepertinya aku mulai mengigau lagi...
Suatu malam di akhir waktu
kepulanganku, dengan bermanja-manja sebab rindu yang terlampau sesak pada ibu,
aku meminta tidur satu ranjang bersamanya, beratapkan kelambu untuk menghindari
nyamuk yang keberadaanya menganggu tidur, berselimutkan kain tebal dan kami
saling berpelukan hangat, kalau sudah begini membuatku malas untuk kembali,
biar saja aku disini, disamping ibu berselimut hangat berdua.
Selain karena betul-betul
ingin tidur bersamanya, ada satu hal penting yang sangat ingin kuceritakan
padanya, ah pada siapa lagi mengadukan resah dan gundah selain pada seseorang
yang mengurus kita sejak kecil dan tahu apa yang harus dilakukan untuk anak
kesayangannya.
Berawal basi-basi yang
remeh, bertanya ini itu soal keseharian ibu saat aku tak disampingnya,
kulanjutkan dengan memancingnya menceritakan kisah masa lalunya bersama bapak
atau bahkan sebelum bertemu bapak, dan mengalirlah begitu saja seperti air,
hanya satu dua pertanyaan, jawaban sudah melengkapi semua pertanyaan bahkan
yang belum diajukan sekalipun. Ibu memang senang sekali bercerita, kata banyak
orang dan beberapa teman dekat ibu yang kukenal, dia memang sosok perempuan
tangguh, aktif, kritis, dan selalu jadi juru bicara. Itu memang benar, kalau
ditelpon saja baru tanya kabar, jawaban sudah sampai pada menu makanan, hahaha
ah ibu ibu memang sosok yang luar biasa.
Ada satu hal yang
mengejutkan dari cerita ibu, ternyata ibu dan bapak adalah hasil dari
perjodohan, sebelumnya ibu sudah mencintai seseorang sejak lama, hampir 10
tahun, laki-laki itupun mencintai ibu, tapi entah kenapa mereka selalu ragu
untuk berencana menikah, ibu bilang laki-laki yang ia cintai seseorang yang
lemah, pengetahuan agama yang kurang baik dan sebagainya, sudah tahu begitu
masih saja cinta, dasar, hihihi.. dan akhirnya ibu dan bapak dijodohkan oleh
guru ibu di sekolah, dan bapak adalah salah satu guru juga disana, usia mereka
terpaut 10 tahun, kalau kuingat-ingat wajah bapak, memang beliau sudah sangat
tua sekali, aku merasa lebih baik memang Allah mengambilnya dengan usia bapak
yang sudah rentan itu.
Akhirnya aku menemukan titik
temu yang cocok, aku mulai bercerita sedikit demi sedikit tentang keresahanku,
awalnya hanya soal sekolah yang kuajar, murid-murid dan sampailah pada satu
sosok itu, tentang seseorang yang juga pernah mampir sesaat dalam hidupku dan
hingga hari ini aku masih belajar melepasnya, sebab melepaskan tidak semudah
saat pertama kali bertemu dan menemukan perasaan baru padanya, tidak semudah
itu, aku harus membunuh setiap kali kerinduan muncul dalam sesak, aku harus
mengubur setiap kali rasa mulai memenuhi hati, sementara aku tak bisa berbuat
apa-apa, hanya bisa mengingatnya begitu saja seperti angin.
Bu,
terkadang aku menyesal sudah bertemu dengan dia, andai saja dulu tak pernah
bertemu, tak pernah kenal, kami tak pernah memiliki rasa yang sama, andai
saja...
Kataku pada ibu dengan perasaan
penuh sesal.
Kamu salah
nak, justru harusnya kamu bersyukur sudah pernah mengenalnya, kalian memiliki
perasaan yang sama, hanya waktu yang tak berpihak, dan itu bukan sebuah
kesalahan, kalian pasti memiliki waktu yang manis bersama dan itulah kenangan
yang bisa kau ingat suatu hari nanti, tentu saja kenangan hanyalah bagian dari
masa lalu, masa depan nanti akan jadi milikmu dengan seseorang yang lebih baik
lagi darinya. Seperti bapak dan ibu. Ibu tak pernah menyesal sampai hari ini.
Betulkah begitu, aku hanya
harus bersyukur karena waktu yang pernah kulalui dengannya merupakan kenangan
manis?
Aku hanya harus belajar
lebih banyak pada ibu, belajarkan melepaskan masa lalu dan membuka lagi pintu
yang baik untuk masa depan..
Ibu, selalu mengobati luka
dengan cara yang tidak pernah diduga...
24102014, Bogor.
Tentu saja aku baik-baik
saja, aku masih bisa tersenyum dan tertawa, hey kita ini apa sih? Hanya sekedar
numpang mampir di bumi Tuhan, datang sendirian, tak pernah punya siapa-siapa
dan tak pernah jadi milik siapa-siapa, maka akan baik-baik saja jika manusia
yang hidup lalu lalang masuk keluar dalam hidup kita, datang dan pergi begitu
saja, untuk yang datang kita sambut dengan baik dan berbuat baik padanya, untuk
yang pergi relakan dengan senang hati, sebab kepergian tak selalu berujung pada
kesedihan, ada juga kepergian yang membahagiakan.
Aku sungguh baik-baik saja,
sebab hidup memang harus terus berjalan ada atau tidaknya seseorang yang peduli
pada kita, sebab segalanya menjadi kita saja seorang, perbuatan kita, kebaikan
kita, jangan terlalu risau memikirkan orang lain yang tak pernah jelas, bahkan
malaikat saja menanyai kita seorang saja, tidak berdua, tidak juga dengan
orangtua, keluarga, sahabat dekat, apalagi bersama seseorang yang hanya hadir
sesaat dalam hidup kita, rasanya mustahil.
Untuk itu, aku berharap
tidak pernah ada yang berubah, semuanya baik-baik saja, aku tetap menjadi aku
yang keras kepala dan selalu ingin belajar banyak hal, tak peduli ada atau
tidaknya seseorang yang akan bertanya kabar atau sekedar menceritakan kisah di
malam hari.
Abi, do’akan anakmu yang
manis ini selalu kuat dan tegar menghadapi apapun, sekuat umi saat kau
meninggalkannya...
Pakpayoon.
26 Oktober 2014
Abi, apakabarnya engkau
disana? Bagaimana rasanya indah syurga? Aku sungguh berharap pada Dia
menempatkan engkau pada kedudukan yang tinggi. Amin.
Abi, anak pertamamu yang
manis ini tentu saja selalu baik-baik saja, usiaku sudah 22 tahun hampir saja
sampai di 23, berat badan terakhir kemarin 59 kg, ah engkau tentu tak akan
khawatir dengan kondisiku yang sehat ini. Anak abi yang kedua dan si bungsu
juga baik-baik saja, ah kemarin sudah kuceritakan bukan kalau dede sudah masuk
perguruan tinggi dan si bungsu sudah 2 SMP dan tinggal di pesantren juga aktif
di kegiatan sekolah, tak berbeda jauh denganku, yah sebab si bungsu selalu
ingin menjadi tetehnya, andai dia tahu tetehnya sangat biasa saja, tak ada
apa-apanya.
Abi, sudah 6 bulan berlalu
aku menetap di negri antah barantah ini, dan abi tahu sebentar lagi aku mau
pulang, ah rasanya rindu ini sudah terlalu penuh untuk kutampung jadi kubiarkan
ia terurai satu persatu, rindu umi, rindu si dede dan si bungsu dan tentu saja
rindu semua hal yang ada di negri kita. Disini aku baik-baik saja, betah,
guru-guru dan tetangga baik-baik, murid-muridnya, yah seperti yang abi tahu ada
saja murid-murid nakal yang sedang berproses menjalani kehidupan, tapi aku
sungguh baik disini, hanya saja yah hanya saja pada satu waktu ketika sepi dan
bosan mencekik leher dan tak ada yang bisa dilakukan, pada satu waktu itulah
jalan yang teringat adalah pulang, sebab pulang adalah obat dari semua
kerinduan.
Abi tahu, kemarin adalah
idul adha yang sudah kesekian tak kulalui bersama keluarga, tidak hanya sekali
dua kali tapi sudah sering, dan ini yang terberat karena begitu jauh dari
siapapun, tak ada tempat untuk sekedar menyimpan rindu yang sudah penuh, semua
disini terasa sempit sekali. Di negri antah barantah ini perayaan lebaran
bukanlah seperti yang kita rasakan di negri muslim biasanya, disini sepi
sekali, bahkan tak ada suara takbir, bahkan beberapa hari sebelumnya aku lupa
kalau esoknya adalah lebaran idul adha.
Abi, sekarang aku sudah
mulai membaik dalam mengontrol diri, mengontrol perasaan dan menahan semua yang
mendidih dalam hati, perlahan-lahan aku sudah bisa, di surat yang kesekian aku
pernah bercerita bukan tentang sosok dia, seseorang yang alisnya mirip sekali
denganmu, sebab begitu banyak hal yang terjadi dan tentu saja aku sadar diri
siapa diriku ini maka aku belajar untuk menahan, semoga hasilnya manis suatu
saat nanti, abi ingat kan sosoknya, seseorang yang kusebut namanya dalam do’a.
Abi, esok ketika sudah
sampai rumah, sudah bertemu umi dan kedua anak abi yang lain aku janji akan
mengirimimu surat kembali, aku janji, janji anak pertamamu, pasti abi juga
rindu umi, aku akan menceritakan bagaimana keadaan umi nanti..
Abi, selamat malam...
04 Oktober 2014
Pakpayoon.
Langganan:
Postingan (Atom)