Minggu, 26 Oktober 2014

Ibu, terimakasih..



Suatu malam di akhir waktu kepulanganku, dengan bermanja-manja sebab rindu yang terlampau sesak pada ibu, aku meminta tidur satu ranjang bersamanya, beratapkan kelambu untuk menghindari nyamuk yang keberadaanya menganggu tidur, berselimutkan kain tebal dan kami saling berpelukan hangat, kalau sudah begini membuatku malas untuk kembali, biar saja aku disini, disamping ibu berselimut hangat berdua.
Selain karena betul-betul ingin tidur bersamanya, ada satu hal penting yang sangat ingin kuceritakan padanya, ah pada siapa lagi mengadukan resah dan gundah selain pada seseorang yang mengurus kita sejak kecil dan tahu apa yang harus dilakukan untuk anak kesayangannya.
Berawal basi-basi yang remeh, bertanya ini itu soal keseharian ibu saat aku tak disampingnya, kulanjutkan dengan memancingnya menceritakan kisah masa lalunya bersama bapak atau bahkan sebelum bertemu bapak, dan mengalirlah begitu saja seperti air, hanya satu dua pertanyaan, jawaban sudah melengkapi semua pertanyaan bahkan yang belum diajukan sekalipun. Ibu memang senang sekali bercerita, kata banyak orang dan beberapa teman dekat ibu yang kukenal, dia memang sosok perempuan tangguh, aktif, kritis, dan selalu jadi juru bicara. Itu memang benar, kalau ditelpon saja baru tanya kabar, jawaban sudah sampai pada menu makanan, hahaha ah ibu ibu memang sosok yang luar biasa.
Ada satu hal yang mengejutkan dari cerita ibu, ternyata ibu dan bapak adalah hasil dari perjodohan, sebelumnya ibu sudah mencintai seseorang sejak lama, hampir 10 tahun, laki-laki itupun mencintai ibu, tapi entah kenapa mereka selalu ragu untuk berencana menikah, ibu bilang laki-laki yang ia cintai seseorang yang lemah, pengetahuan agama yang kurang baik dan sebagainya, sudah tahu begitu masih saja cinta, dasar, hihihi.. dan akhirnya ibu dan bapak dijodohkan oleh guru ibu di sekolah, dan bapak adalah salah satu guru juga disana, usia mereka terpaut 10 tahun, kalau kuingat-ingat wajah bapak, memang beliau sudah sangat tua sekali, aku merasa lebih baik memang Allah mengambilnya dengan usia bapak yang sudah rentan itu.
Akhirnya aku menemukan titik temu yang cocok, aku mulai bercerita sedikit demi sedikit tentang keresahanku, awalnya hanya soal sekolah yang kuajar, murid-murid dan sampailah pada satu sosok itu, tentang seseorang yang juga pernah mampir sesaat dalam hidupku dan hingga hari ini aku masih belajar melepasnya, sebab melepaskan tidak semudah saat pertama kali bertemu dan menemukan perasaan baru padanya, tidak semudah itu, aku harus membunuh setiap kali kerinduan muncul dalam sesak, aku harus mengubur setiap kali rasa mulai memenuhi hati, sementara aku tak bisa berbuat apa-apa, hanya bisa mengingatnya begitu saja seperti angin.
Bu, terkadang aku menyesal sudah bertemu dengan dia, andai saja dulu tak pernah bertemu, tak pernah kenal, kami tak pernah memiliki rasa yang sama, andai saja...
Kataku pada ibu dengan perasaan penuh sesal. 
Kamu salah nak, justru harusnya kamu bersyukur sudah pernah mengenalnya, kalian memiliki perasaan yang sama, hanya waktu yang tak berpihak, dan itu bukan sebuah kesalahan, kalian pasti memiliki waktu yang manis bersama dan itulah kenangan yang bisa kau ingat suatu hari nanti, tentu saja kenangan hanyalah bagian dari masa lalu, masa depan nanti akan jadi milikmu dengan seseorang yang lebih baik lagi darinya. Seperti bapak dan ibu. Ibu tak pernah menyesal sampai hari ini.
Betulkah begitu, aku hanya harus bersyukur karena waktu yang pernah kulalui dengannya merupakan kenangan manis?
Aku hanya harus belajar lebih banyak pada ibu, belajarkan melepaskan masa lalu dan membuka lagi pintu yang baik untuk masa depan..
Ibu, selalu mengobati luka dengan cara yang tidak pernah diduga...




24102014, Bogor. 

2 komentar:

Saifuddin Zuhri mengatakan...

cie

AkimZou mengatakan...

bagus-bagus tulisannya.. kok ga lanjut..???

Posting Komentar

Bagaimana komentar anda dengan postingan saya?

 
;