Tampilkan postingan dengan label Artikel. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Artikel. Tampilkan semua postingan
Jumat, 24 Januari 2014 2 komentar

Konsep Metodologis Tafsir Fazlurrahman dan Bantahannya Versi Penulis


Fazlurrahman, seorang pemikir dan tokoh intelektual islam terkemuka yang lahir di tahun 1919 M (yang seterusnya dibaca : Rahman) menganggap perlu adanya metode tafsir model baru untuk menafsirkan al Qur’an, menurutnya metode tafsir yang sudah ada dan sudah diadopsi oleh para ulama tafsir zaman dulu tidak sampai menyentuh kontekstualitas era kontemporer saat ini, karena perubahan zaman yang terus berkembang dan permasalahan baru yang semakin banyak bermunculan.
Menurutnya, jika kita hanya terpaku dengan model penafsiran yang tradisional maka nilai-nilai universalitas al Qur’an tidak bisa ditemukan. Maka untuk melakukan penafsiran ulang al Qur’an yang sesuai tuntutan kontemporer diperlukan seperangkat metodologis yang sistematis dan komprehensif.
v  Metode Tafsir yang ditawarkan Fazlurrahman
Menurut Rahman, prosedur yang benar untuk memahami al Qur’an setidaknya mufassir harus menempuh dua pendekatan : Pertama, Mempelajari al Qur’an dalam ordo historis untuk mengapresiasi tema-tema dan gagasan-gagasannya sehingga diketahui makna yang tepat dari firman Allah. Kedua, Mengkaji al Qur’an dalam konteks latar belakang sosio historisnya. Dengan pendekatan ini akan diketahui laporan tentang bagaimana orang-orang di lingkungan Nabi memahami perintah al Qur’an. Tanpa memahami latar belakang mikro dan makro secara memadai, menurut Rahman besar kemungkinan seseorang akan salah tangkap terhadap maksud atau purpose (meminjam istilah Hamid Fahmi Zarkasyi) al Qur’an serta aktifitas Nabi baik ketika berada di mekkah maupun di madinah.
Dua pendekatan ini mutlak dilakukan menurut Rahman, karena al Qur’an merupakan respon Ilahi yang disampaikan melalui Nabi Muhammad Saw terhadap situasi sosial masyarakat arab ketika itu.
Statemen al Qur’an memperlihatkan bagaimana kronisnya problem masyarakat seperti penyembahan berhala, eksploitasi terhadap kaum miskin, memarginalkan kaum perempuan dan lain-lain, dimana fenomena-fenomena tersebut mengindikasikan bahwa pesan al Qur’an saling berkaitan dengan kondisi yang dialami oleh masyarakat arab saat itu.
Berangkat dari pemikiran beliau tentang pendekatan yang harus dilakukan dalam menafsirkan al Qur’an dan tidak representatifnya metode tafsir klasik dan metode tafsir modern saat ini maka rahman, menawarkan sebuah konsep metode tafsir yang unik dan menarik, yaitu metode tafsir yang populer dengan nama “Gerakan Ganda (Double Movement)”
Gerakan Pertama, bertolak dari situasi kontomporer menuju ke era al Qur’an diwahyukan, dalam pengertian bahwa perlu dipahami arti atau makna dari suatu pernyataan al Qur’an tersebut hadir sebagai jawabannya. Jadi ringkasnya, kajian ini diawali dari hal-hal spesifik dalam al Qur’an kemudian menggali dan mensistematisir prinsip-prinsip umum, nilai-nilai dan tujuan jangka panjangnya.
Selanjutnya Gerakan Kedua, dari masa al Qur’an diturunkan (setelah menemukan prinsip-prinsip umum) dikembalikan lagi ke masa sekarang. Dalam arti bahwa ajaran-ajaran yang bersifat umum tersebut harus ditubuhkan ke dalam konteks sosio historis yang kongkrit di masa sekarang.
Rahman meyakinkan bahwa apabila kedua gerakan ini berhasil diwujudkan, niscaya perintah-perintah al Qur’an akan menjadi hidup dan efektif kembali.

v  Bantahan Metode Tafsir Fazlurrahman Versi Penulis
Berangkat dari kegelisahan penulis yang ingin mengetahui dan memahami beberapa model konsep metodologis yang banyak ditawarkan oleh para intelektual muslim saat ini, yang kemudian pada saatnya metode tersebut banyak diagung-agungkan oleh para sarjana muslim dan mayoritas para mahasiswa yang haus khazanah keilmuan dan ingin memahami al Qur’an sesuai konteks zaman.
Hal yang pertama yang ingin penulis soroti adalah model pendekatan yang Fazlurrahman tawarkan, Pertama, Mempelajari al Qur’an dalam ordo historis untuk mengapresiasi tema-tema dan gagasan-gagasannya sehingga diketahui makna yang tepat dari firman Allah. Model pendekatan semacam ini sejatinya adalah sudah expayer dalam bahasa farmasi kadaluarsa, mengapa penulis berani mengatakan ini, karena sesungguhnya pendekatan semacam ini telah ada sejak awal mula al Qur’an diturunkan, dengan bahasa familiar kita adalah memahami asbabun nuzul turunnya ayat al Qur’an. Memahami asbabun nuzul sudah sejak dulu digunakan para ulama kita dalam menafsirkan al Qur’an bahkan jauh sebelum Fazlurrahman lahir dan menawarkan konsep pendekatan ini, dan itu mutlak dilakukan karena kita tidak bisa memahami makna suatu ayat bila tidak dipahami dari berbagai segi, salah satunya dari segi kenapa ayat itu diturunkan, pada siapa di turunkan, dalam konteks apa ayat itu diturunkan, dan mengapa ayat itu turun, semua pertanyaan-pertanyaan itu telah tercakup dalam pendekatan para ulama memahami al Qur’an dari sisi asbabun nuzul (sebab-sebab diturunkannya), jadi pendekatan semacam ini tidaklah bisa dikatakan pendekatan model baru.
Kedua, Mengkaji al Qur’an dalam konteks latar belakang sosio historisnya. Kemudian model pendekatan yang kedua, ini tidak berbeda jauh dengan para ulama kita ketika menafsirkan al Qur’an melihat bagaimana kondisi masyarakat arab ketika itu, ayat itu diturunkan di mekkah atau di madinah, bagaimana para sahabat ketika itu memahami dan merespon turunnya ayat. Yang pada saatnya generasi sahabat dan setelahnya dimana Nabi telah wafat sudah memahami ayat dengan sedemikian rupa yang kemudian mengkontekstualisasikan ayat tersebut sesuai zaman yang mereka diami. Misalnya saja, ketika masa khalifah Umar bin Khatab, dimana beliau tidak menerapkan perintah ayat untuk memotong tangan kepada pencuri, padahal kalau kita lihat ayatnya itu merupakan bentuk amar yang artinya perintah, dan itu harus dilaksanakan, tapi kenapa Umar tidak melaksanakan, karena beliau menerapkan model pendekatan semacam ini dimana beliau memahami ayat tersebut kemudian dikaitkan dengan konteks sosio historis saat itu, dimana orang-orang kaya ketika itu banyak yang menumpuk harta dan tidak memberikan zakat pada orang-orang miskin, dan yang mencuri ketika itu adalah orang miskin yang sangat membutuhkan dan kalau dia tidak makan maka bisa menyebabkan kelaparan dan berujung pada kematian, padahal lagi, tujuan syari’ah itu ada, salah satunya adalah untuk menjaga jiwa (hifz nafs), maka pendekatan semacam ini pun sudah usang, dengan kata lain pendekatan ini sudah lebih dulu digunakan oleh para pendahulu kita.
Kemudian permasalahan kedua yang ingin penulis soroti adalah tentang metodologis “Double Movement” Rahman, dimana si penafsir harus mengembalikan al Qur’an yang ada zaman sekarang ke masa dulu kemudian dicari prinsip-prinsip umum lalu dikembalikan lagi pada masa sekarang. Maka kita perlu kembali bertanya apakah metode penafsiran ulama kita dahulu tidak melakukan hal yang demikian?? Bagaimana mereka menafsirkan ayat perayat dihubungkan dengan ayat lain, kemudian ayat dengan hadits, lalu dilihat asbabun nuzul ayat tersebut dan pada saatnya memahami ayat tersebut secara kontekstual. Kalau bukan karena penafsiran dan pemahaman para ulama kita dahulu yang mengkontekstualisasikan ayat sesuai masa mereka, maka saat ini kita tidak mungkin bisa merasakan Islam dan kebenaran al Qur’an hingga demikian sempurna. Dikarenakan permasalahan yang semakin kompleks yang saat ini ada dan zaman Nabi tidak ada, maka para ulama pun memahami al Qur’an secara kontekstual dengan tetap berpegang pada prinsip umum al Qur’an. Karena al Qur’an adalah kitab yang berisi seluruh permasalahan umat, meski tidak secara eksplisit ayat yang dimaksud ada tapi kita bisa memahami itu dari prinsip-prinsip umum al Qur’an.
Tegasnya, menurut penulis konsep metodologis yang ditawarkan Fazlurrahman sejatinya, hanya mengulang dan mengcopy paste metodologis ulama mufassirin kita dahulu, dengan merubah nama dan istilah, kita dengan mudah menganggap hal semacam itu sesuatu yang baru dan menarik untuk dikaji. Dan satu lagi, ini hanya berupa penawaran, toh Fazlurrahman sendiri belum menerapkan ini pada al Qur’an seuruhnya, Buktinya, apa sudah ada kitab Tafsir karya Fazlurrahman??? Wallahu A’lam

Sumber Bacaan :
1.             Rodiah dkk, Studi al Qur’an Metode dan Konsep, Yogyakarta : eLSAQ Press, 2010 hal 1-10.
2.             H. Ahmad Syukri Sholeh, Metodologi Tafsir al Qur’an Kontemporer dalam pandangan Fazlurrahman, Jakarta : Gaung Persada Press, 2007 Hal 19
3.             Fazlur Rahman, Al Islam, Alih bahasa Ahsin Muhammad, Bandung : Pustaka, 1984, Hal 48.


21.33. 20/10/12 Nailul Fauziah. J
Jumat, 07 Juni 2013 0 komentar

Pemikiran Hermeneutika M.Arkoun




I.     Pendahuluan
Hermeneutika adalah ilmu penafsiran yang berasal dari warisan mitologi Yunani. Secara lafdziah, hermeneutika berasal dari bahasa Yunani, Hermeneutikos, yang berarti penafsiran. Ia kemudian diadopsi oleh orang-orang Kristen untuk mengatasi persoalan yang dihadapi teks Bible. Dalam tradisi intelektual Barat ilmu ini berkembang menjadi aliran filsafat. Sebagai sebuah ilmu ia berkembang menurut latar belakang budaya, pandangan hidup, politik, ekonomi dan lain-lain. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa hermeneutika adalah ilmu yang lahir dengan latar belakang pandangan hidup Yunani, Kristen dan Barat.
Pada saat yang sama, kaum Muslim sejak awal kelahirannya sudah sibuk dan memperhatikan bagaimana penafsiran dan aturan-aturan, metodologi dan hal-hal yang berhubungan dengan penafsiran diterapkan terhadap kitab suci. Hal ini bisa dilihat dalam berbagai literature yang masih ada hingga sekarang. Di samping berbagai disiplin keilmuan yang berkembang dalam sejarah Islam dan kaum Muslim, disiplin Studi Al-Qur’an (Ulûm al-Qur’ân) merupakan salah satu disiplin yang marak dipelajari.
Setelah memasuki perkembangan terkini, Studi Al-Qur’an mengalami persentuhan dengan beberapa pemikiran yang berkembang di Barat. Beberapa pemikir yang concern terhadap studi Al-Qur’an mulai memasukkan beberapa metodologi Barat, termasuk heremeneutika dalam pemaknaannya yang spesifik. Upaya ini dilakukan dengan tujuan agar Al-Qur’an mampu dan bisa menjawab isu-isu kontemporer yang sedang dihadapi oleh umat Islam.
Nama Muhammed Arkoun terpilih dalam tulisan ini disebabkan karena pemikiran Arkoun menawarkan suatu kecenderungan baru dalam pemikiran Islam. Menempatkan pemikirannya, khususnya dalam bidang membaca Al-Qur’an, dalam jajaran pemikiran kontemporer menjadi tepat karena persinggungannya dengan pemikiran-pemikiran kontemporer sangat kentara sekali. Model Mohammed Arkoun mempunyai corak yang sangat berbeda dengan corak pemikiran telaah pemikiran Islam yang selama ini di kenal secara umum, yakni telaah pemikiran Islam model para orientalis. Untuk memperoleh kejelasan peta pemikiran keagamaan yang ada, maka di perlukan kajian ulang dan radikalisasi terhadap naskah-naskah keagamaan era klasik skolastik yang biasanya di warisi begitu saja tanpa adanya sikap kritis sedikitpun dari kaum muslimin yang hidup pada era sekarang ini. Dan corak pada kajian pemikiran keislaman model ini pulalah yang membedakan Arkoun dari corak dan pola kajian keislaman para orientalis.
II.  Biografi dan karya
Muhamad Arkoun lahir di Wilayah Berber di Taurit-Mimoun, Kabila, AlJazair,  pada tanggal 12 Januari tahun 1928 M, Arkoun menyelesaikan pendidikan dasar di desa asalnya, pendidikan menengah dan pendidikan tingginya di tempuh di kota pelabuhan Oran, sebuah kota utama di Aljazair bagian barat. Dia kemudian pindah ke Universitas Sorbonne dan meraih gelar Phylosopy Doctoral pada tahun 1969 M. Ketika itu, dia sempat bekerja sebagai agrege bahasa dan kesusasteraan Arab di Paris serta mengajar di sebuah SMA (Lycee) di Strasbourg (daerah Perancis sebelah timur laut) dan diminta memberi kuliah di Fakultas Sastra Universitas Strasbourg (1956-1959). Pada tahun 1961, Arkoun diangkat sebagai dosen di Universitas Sorbonne, Paris, sampai tahun 1969. Arkoun sekarang tinggal di Paris dan menjadi seorang Profesor Emeritus dalam Islamic Studies di Universitas Sorbonne, Paris-Perancis. Pada November 1992 di Yogyakarta. Ia sempat memberikan ceramah di UIN Yogyakarta dan Jakarta di depan forum LKiS dan beberapa lembaga lain.
Di antara karya-karyanya adalah Rethinking Islam Today, Mapping Islamic Studies, Genealogy, and Change, The Untought in Contemporary Islamic Thought, al-Turath: Muhtawahu wa Huwiyyatuhu –sijjabiyatuhu wa salbiyatuhu, Min al-Ijtihad ilal al-Naqd al-‘Aql al-Islami, al-Fikr al-Ushuli wa Istihalat al-Ta’shil: Nahwa Tarikhin Akhbar li al-Fikr al-Islami, al-Quran min al-Tafsir bil Mauruth, Lectures de Coran, Min Faysal al-Tafriqah ila Fasl al-Maqail: Aina huwa al-Fikr al-Islami al-Mu’ashir, The Concept of Authorithy in Islamic Thought,dan Religion and Society.

III.   Pemikiran Hermeneutika Arkoun
Arkoun dengan pemikirannya berusaha memperkenalkan pendekatan pemikiran hermeneutika sebagai methodologi kritis yang akan memunculkan informasi, makna dan pemahaman baru ketika suatu teks dan aturan di dekati dengan cara pandang baru, terutama dengan menggunakan metode hermeneutika histories-kontekstual. Karena sikap dari setiap pengarang, teks dan pembaca tidaklah lepas dari konteks sosial, politis, psikologis, teologis dan konteks lainnya dalam ruang dan waktu tertentu. Maka dalam memahami sejarah yang di perlukan bukan hanya transfer makna, melainkan juga transformasi makna.
Pemahaman tradisi Islam selalu terbuka dan tidak pernah selesai, dalam istilah lain bahwa pintu ijtihad belumlah tertutup karena pemaknaan dan pemahamannya selalu berkembang seiring dengan perkembangan ummat Islam yang selalu terlibat dalam penafsiran ulang dari zaman ke zaman. Dengan begitu, tidak semua doktrin dan pemahaman agama berlaku sepanjang zaman. Gagasan universal Islam tidak semua tertampung oleh bahasa Arab yang bersifat lokal kultural, serta terungkap melalui tradisi kenabian saat itu. Itulah sebabnya dari zaman ke zaman selalu muncul ulama’ tafsir yang berusaha mengaktualisasikan pesan Al Qur’an-Al Hadits dan tataran tradisi keislaman yang tidak mengenal batas akhir waktu.
Ketika mendekati (membaca dan memahami) Al Qur’an dan tradisi keislaman muncullah tiga kesimpulan :
1.      Sebagian kebenaran pernyataan Al Qur’an baru akan kelihatan di masa depan
2.      Kebenaran yang ada pada Al-Qur’an berlapis-lapis atau berdimensi majemuk, sehingga potensi pluralitas pemahaman terhadap kandungan Al-Qur’an adalah hal yang sangat wajar dan lumrah atau bahkan di kehendaki oleh Qur’an sendiri.
3.      Terdapat doktrin dan tradisi keislaman histories-aksidental sehingga tidak ada salahnya jika doktrin dan tradisi keislaman itu di pahami ulang dan di ciptakan tradisi baru.
Kesimpulan yang terakhir ini bisa menyangkut ayat-ayat soal pembagian harta waris, posisi wanita dalam masyarakat, dan hubungan ummat Islam dengan agama lain.
Aturan-aturan metode Arkoun yang hendak diterapkannya kepada Al-Quran (termasuk kitab suci yang lainnya) terdiri dari dua kerangka raksasa:
1)      Mengangkat makna dari apa yang dapat disebut dengan sacra doctrina dalam Islam dengan menundukkan teks al-Qur’an dan semua teks yang sepanjang sejarah pemikiran Islam telah berusaha menjelaskannya (tafsir dan semua literatur yang ada kaitannya dengan Al-Qur’an baik langsung maupun tidak), kepada suatu ujian kritis yang tepat untuk menghilangkan kerancuan-kerancuan, untuk memperlihatkan dengan jelas kesalahan-kesalahan, penyimpangan-penyimpangan dan ketakcukupan-ketakcukupan, dan untuk mengarah kepada pelajaran-pelajaran yang selalu berlaku;
2)      Menetapkan suatu kriteriologi yang didalamnya akan dianalisis motif-motif yang dapat dikemukakan oleh kecerdasan masa kini, baik untuk menolak maupun untuk mempertahankan konsepsi-konsepsi yang dipelajari.
Dalam mengangkat makna dari Al-Qur’an, hal yang paling pertama dijauhi oleh Arkoun adalah pretensi untuk menetapkan “makna sebenarnya dari Al-Qur’an. Sebab, Arkoun tidak ingin membakukan makna Al-Qur’an dengan cara tertentu, kecuali menghadirkan-sebisa mungkin-aneka ragam maknanya. Untuk itu, pembacaan mencakup tiga saat (moment):
a.        Suatu saat linguistis yang memungkinkan kita untuk menemukan keteraturan dasar di bawah keteraturan yang tampak.
b.        Suatu saat antropologi, mengenali dalam Al-Qur’an bahasanya yang bersusunan mitis.
c.        Suatu saat historis yang di dalamnya akan ditetapkan jangkauan dan batas-batas tafsir logiko-leksikografis dan tafsir-tafsir imajinatif yang sampai hari ini dicoba oleh kaum muslim.
Muhammad Arkoun adalah penerus dari usaha Arthur Jeffery dalam mendekontruksi al-Quran. Arkoun dapat melakukan serangan terhadap otentisitas al Qur’an menggunakan 2 konsep yaitu Dekontruksi dan Historisitas.
Konsep Dekonstruksi
Arkoun mengklaim bahwa strategi dekonstruksi yang ia tawarkan sebagai sebuah strategi terbaik karena strategi ini akan membongkar dan menggerogoti sumber-sumber Muslim tradisional yang mensucikan “kitab suci”. Strategi ini berawal dari pendapatnya bahwa sejarah al-Quran sehingga bisa menjadi kitab suci dan otentik perlu dilacak kembali. Dan ia mengklaim bahwa strateginya itu merupakan sebuah ijtihad.
Dengan Ijtihadnya ini Arkoun menyadari bahwa pendekatannya ini akan menantang segala bentuk penafsiran ulama terdahulu, namun ia justru percaya bahwa pendekatan tersebut akan memberikan akibat yang baik terhadap al-Quran. Dan menurutnya juga, pendekatan ini akan memperkaya sejarah pemikiran dan memberikan sebuah pemahaman yang lebih baik tentang al-Quran, dengan alasan karena metode ini akan membongkar konsep al-Quran yang selama ini telah ada
Berdasarkan pendekatan tersebut Arkoun membagi sejarah al-Quran menjadi dua peringkat: peringkat pertama disebut sebagai Ummul Kitab, dan peringkat kedua adalah berbagai kitab termasuk Bible dan al-Quran. Pada peringkat pertama wahyu bersifat abadi, namun kebenarannya di luar jangkauan manusia, karena wahyu ini tersimpan dalam Lauh al-Mahfudz. Wahyu dan berada di sisi Tuhan, dan yang bisa diketahui manusia hanya pada peringkat kedua yang diistilahkan oleh Arkoun sebagai “al-Quran edisi dunia” namun menurutnya al-Quran pada peringkat ini telah mengalami modifikasi dan revisi dan subsitusi.
Konsep Historitas
Dan tentang konsep historitas, Arkoun mengatakan “bahwa  pendekatan historisitas, sekalipun berasal dari Barat, namun tidak hanya sesuai untuk warisan budaya Barat saja. Pendekatan tersebut dapat diterapkan pada  semua sejarah umat manusia dan bahkan tidak ada jalan lain dalam menafsirkan wahyu kecuali menghubungkannya dengan konteks historis.”
Arkoun juga menyatakan bahwa Strategi terbaik untuk memahami historisitas keberadaan umat manusia ialah dengan melepaskan pengaruh idiologis. Sehingga menurutnya, metodologi multidisiplin dari ilmu sejarah, sosiologi, antropologis, psikologis, bahasa, semiotik harus digunakan untuk mempelajari sejarah dan budaya Islam. Jika strategi ini digunakan, maka umat Islam bukan saja akan memahami secara lebih jelas masa lalu dan keadaan mereka saat ini untuk kesuksesan mereka di masa yang akan datang, namun juga akan menyumbang kepada ilmu pengetahuan modern.
Mohammed Arkoun adalah orang yang secara tuntas mencoba menggunakan hermeneutika dalam penafsiran Al-Qur’an. Untuk kepentingan analisisnya, Arkoun meminjam teori hermeneutika dari Paul Ricour, dengan memperkenalkan tiga level tingkatan wahyu.
Pertama Wahyu sebagai firman Allah yang tak terbatas dan tidak diketahui oleh manusia, yaitu wahyu al-Lauh Mahfudz dan Umm al-Kitab.
Kedua, Wahyu yang nampak dalam proses sejarah. Berkenaan dengan Al-Qur’an, hal ini menunjuk pada realitas Firman Allah sebagaimana diturunkan dalam bahasa Arab kepada Nabi Muhammad selama kurang lebih dua puluh tahun.
Ketiga, Wahyu sebagaimana tertulis dalam Mushaf dengan huruf dan berbagai macam tanda yang ada di dalamnya. Ini menunjuk pada al-Mushaf al-Usmani yang dipakai orang-orang Islam hingga hari ini.
Mohammed Arkoun membedakan antara periode pertama dan periode kedua. Menurut Arkoun, dalam periode diskursus kenabian, al-Qur’an lebih suci, lebih autentik, dan lebih dapat dipercaya dibanding ketika dalam bentuk tertulis. Sebabnya, al-Qur’an terbuka untuk semua arti ketika dalam bentuk lisan, tidak seperti dalam bentuk tulisan. Arkoun berpendapat status al-Qur’an dalam bentuk tulisan telah berkurang dari kitab yang diwahyukan menjadi sebuah buku biasa. Arkoun berpendapat bahwa Mushaf  itu tidak layak untuk mendapatkan status kesucian. Tetapi muslim ortodoks meninggikan korpus ini ke dalam sebuah status sebagai firman Tuhan.
Dua konsep pemikiran Mohammed Arkoun yang liberal di atas yaitu dekonstruksi dan historitas telah membuat paradigma baru tentang hakikat teks al-Qur’an. Pendekatan historisitas Mohammed Arkoun justru menggiring­nya untuk menyimpulkan sesuatu yang ahistoris, yaitu kebenaran wahyu hanya ada pada level di luar jangkauan manusia. Mohammed Arkoun mengakui kebenaran Umm al-Kitab, hanya ada pada Tuhan sendiri. Ia juga mengakui .kebenaran dan kredibilitas bentuk lisan AI-Qur’an, tetapi bentuk itu sudah hilang selama-lamanya dan tidak mungkin ditemukan kembali. dan bisa kita simpulkan bahwa pendekatan historisitas yang diterapkan Arkoun justru menggiringnya kepada sesuatu yang  tidak historis. Sesuatu yang tidak mungkin dicapai kebenarannya oleh kaum Muslimin. Padahal, sepanjang zaman fakta historis menunjukkan, kaum Muslimin dari sejak dulu, sekarang dan akan datang, meyakini kebenaran al-Qur’an Mushaf `Ushmani.

Daftar Pustaka
Mohammed Arkoun, Islam Kontemporer Menuju Dialog Antar Agama, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, Cetakan I Juni 2001. Alih bahasa, Ruslani.
Sony Heru Prasetyo, Skripsi dengan judul Kritik nalar Islam; Telaah hermeneutik dalam pemikiran Mohammed Arkoun, Universitas Indonesia.
Arkoun, Mohammed. Metode Kritik Akal Islam. dalam Jurnal Ulumul Qur’an. nomor 6 vol. V. 1994.
Sunardi, St. Membaca Qur’an bersama Arkoun dalam Meuleman, Johan Hendrik. Tradisi, Kemodernan dan Metamodernisme: Memperbincangkan Pemikiran Mohammed Arkoun. Yogyakarta: LkiS. 1996.
EdiPurwanto,http://jendelapemikiran.wordpress.com/2008/04/14/mohammadarkoun-membuka-pluralisme-beragama/.




Kamis, 02 Agustus 2012 0 komentar

Perlunya kaderisasi yang unggul di Perguruan Tinggi Muhammadiyah



Mahasiswa adalah penerus persyarikatan. 

Statement diatas menjadi dasar bagi setiap perguruan tinggi Muhammadiyah untuk menyiapkan kader-kader mahasiswanya yang intelektual, berpikiran maju, dan berideologi yang kuat untuk meneruskan perjuangan persyarikatan Muhammadiyah. Maka dibentuklah ortom Muhammadiyah yang bisa menampung mahasiswa dalam wadah yang tepat, yaitu ikatan mahasiswa Muhammadiyah (IMM). 

IMM menjadi sarana dakwah sekaligus tempat mengolah diri untuk menyiapkan kader-kader yang cerdas, intelektual dan berakhlak mulia. 

Faktanya, banyak di perguruan-perguruan tinggi Muhammadiyah yang memang tidak seluruhnya bisa menjadi kader, karena dasar yang dibawa pada awalnya tidak seluruhnya pula berbasic Muhammadiyah, hanya sebatas simpatisan, atau pelarian karena tidak diterima di perguruan tinggi negeri. Alasan-alasan inilah yang menjadi sebab kenapa tidak muncul kader-kader yang diharapkan oleh persyarikatan. 

Contoh kasus saja, dalam IMM pun tidak seluruhnya yang mengelola adalah orang-orang yang berideologi Muhammadiyah, mereka masuk IMM ada yang terpaksa, nampang nama, hanya sekedar ingin aktif, sehingga IMM tidak berjalan dalam roda Muhammadiyah, banyak anak IMM yang kelimpung sana sini, meskipun tidak bisa dipungkiri bahwa jiwa mahasiswa adalah jiwa pencari, mereka akan terus saja mencari apapun sampai pada akhirnya mereka menemukan kebenaran yang sesuai dan cocok untuk mereka yakini, maka tak heran kalau dalam diskusi mahasiswa yang dibahas adalah seputar ideologi, kepercayaan, keTuhanan, dan kebenaran. Karena untuk hal-hal seperti itulah mereka merasa dalam keraguan.
Jika IMM saja sudah sedemikian buruk, lalu apa yang bisa diharapkan untuk meneruskan persyarikatan ini? Mengapa saya menggunakan kata buruk, dalam hal ini contoh sederhananya, kader IMM shalatnya masih bolong bahkan tidak shalat, kader IMM tidak mencerminkan akhlak mulia yang diusung dalam visi misinya, kader IMM masih bergaul bebas dan tidak mengenal norma antara lawan jenis, maka kader IMM seperti inilah yang dikategorikan sedemikian buruk.  

Pengkaderan pertama dalam IMM disebut dengan DAD (Darul Arqam Dasar), pengkaderan ini tidak bisa semata-mata menjadi tolak ukur untuk mencetak kader yang baik dalam IMM, maka pengkaderan dalam bentuk personal atau kolektif harus tetap dijalankan, pengkaderan tidak berhenti sampai di DAD saja, tapi selama masa kepengurusan dalam IMM harus tetap mengolah dan melatih diri baik diri sendiri ataupun oranglain untuk selalu melakukan kaderisasi diri yang baik. 

Adanya pengkaderan khusus dari pimpinan juga menjadi hal yang baik untuk memantapkan basic diri menjadi penerus dakwah, karena disaat-saat jiwa pencarian mahasiswa menjadi sangat kronis bahkan dalam ambang kebingungan yang daki, maka kontrol khusus dari pimpinan-pimpinan menjadi sangat perlu, selain sebagai bentuk perhatian pada ortom juga sebagai kontrol sosok bapak pada anak yang sedang dalam kebingungan mencari kebenaran. 

 
Naelul Fauziah
Kamis, 14 Juni 2012 0 komentar

Microsoft OneNote


Pernah mendengar Microsoft OneNote?? Mungkin bagi sebagian orang jarang mendengarnya karena microsoft ini jarang digunakan oleh sebagian kalangan mungkin karena tidak tahu fungsinya dan cara penggunaanya. Jadi  Microsoft OneNote adalah salah satu keluarga Microsoft office, fungsinya adalah sebagai organizer / notebook yang berguna untuk menyimpan catatan kita. One note juga dapat menampung file-file digital yang kita miliki sehingga kita dapat memiliki sebuah penampungan yang terorganisir dengan rapi.
Microsoft OneNote telah diperkenalkan sejak Microsoft Office 2003, berlanjut ke Microsoft Office 2007 dan sekarang yang terbaru adalah Microsoft Office 2010.

Coba anda perhatikan, layout Notebook / Organizer secara fisik tidak berbeda dengan layout Notebook pada Microsoft OneNote . Secara common sense ini akan sangat mudah untuk dipahami masing-masing fungsinya.
  • Notebook / Organizer memiliki Section yang biasanya kita gunakan untuk membatasi kategori dari masih-masing tulisan, begitu pula pada microsoft one note, kita dapat membuat Section sebanyak apapun yang kita butuhkan.
  • Section pada Notebook dan Organizer pasti memiliki halaman, begitu pula pada Microsoft One Note, anda dapat menyisipkan halaman sebanyak apapun yang anda butuhkan.
  • Kelebihan pada Microsoft One Note adalah, Kita dapat membuat Notebook sebanyak apapun yang kita butuhkan, dan anda pun dapat memproteksi notebook anda dengan password sehingga tidak sembarang orang dapat membuka notebook anda.
  • Notebook anda beserta seluruh file didalamnya akan disimpan kedalam sebuah file, ini akan mempermudah distribusinya (kalau takut filenya dicuri orang, silakan anda password file Notebook anda )
Fitur one note yang saya sukai:
Tidak ada tombol untuk menyimpan dokumen
Apa yang sudah anda ketikkan atau anda lakukan perubahan di halaman microsoft one note, selalu disimpan pada detik itu juga. Dapat dipastikan anda tidak akan pernah kehilangan apa yang anda catat. ketika anda tutup microsoft OneNote setelah anda gunakan, dan anda buka kembali, anda akan menemukan catatan anda masih tersimpan sama persis ketika anda tutup halaman OneNote Anda.
Screen Clipping
Fitur Screen Clipping mampu membuat saya menangkap object gambar apapun pada layar monior yang saya inginkan hanya dalam 2 langkah mudah,
  • Tekan Tombol SUPER (yg berlogo window) dan tombol S
  • Block area yang ingin di capture
  • Maka area yang anda capture akan masuk kedalam halaman one note anda (pilih akan masuk page mana)
OCR pada file Gambar
One Note mampu mengenali teks pada file gambar (misal: JPG, GIF, PNG, dll) ini tentunya menyenangkan karena saya dapat melakukan extract teks yang saya butuhkan pada file gambar. tidak hanya mampu mengekstract teks, ketika anda menginsertkan file ini di halaman one note anda, dan anda melakukan searching teks, apabila teks tersebut ada di dalam gambar ini, maka Microsoft One Note akan mengikutsertakan gambar ini sebagai hasil dari pencarian teks tersebut, sangat membantu sekali apabila anda memiliki ratusan kartunama yang anda simpan di halaman microsoft one note ini, mencarinya akan sangat mudah jika anda sewaktu waktu membutuhkannya.
Fungsi Kalkulator
One note secara alami berfungsi sebagai kalkulator, misalnya anda mengetikkan 2X3= dan anda tekan enter maka hasilnya akan otomasis terkalkulasi.fungsi kalkulator ini juga tidak hanya sebatas X / + – melainkan fungsi akar SQRT(angka)= dan lainnya. Dan Masih banyak sekali fungsi dari Microsoft OneNote yang belum dijelaskan disini, anda bisa eksplore sendiri sesuai dengan kebutuhan anda. proses belajarnya pun tidak akan sulit karena user interfacenya dibuat sedemikian rupa supaya mudah digunakan secara natural.
Cara Membuat Notebook Baru pada Microsoft OneNote
Cara membuat Notebook baru pada one note sangat mudah.
Langkah 1.
Buka Microsoft One Note Anda.
Langkah 2.
Anda akan menemui tampilan awal yang kurang lebih seperti ini, Click FILE yang berada di Pojok Kanan atas
Langkah 3.
Anda akan menemui tampilan seperti dibawah ini, Klik NEW untuk membuat sebuah Notebook Baru
Langkah 4.
Pilih My Computer pada bagian “1. Store Notebook On
Langkah 5.
Ketikkan Nama Notebook anda pada langkah “ 2. NAME”, Kemudian Klik Icon Create Notebook
Langkah 6.
Notebook anda sudah terbentuk , Sangat mudah bukan?
Cara Membuat Section pada Notebook Microsoft OneNote
Kita telah belajar membuat Notebook pada One Note, kali ini kita akan belajar bagaimana caranya membuat sebuah Section pada Notebook yang telah kita buat tadi.
Langkah 1
Arahkan Mouse Pointer anda Pada Tab New Section 1
Langkah 2
Karena Section 1 telah terbentuk, saya akan Rename terlebih dahulu section tersebut, Saya lakukan klik kanan pada tab New Section 1, Kemudian saya lakukan klik kiri pada Rename seperti pada gambar dibawah ini
Langkah 3
Saya ketikkan Judul dari Section tersebut, Section ini saya beri nama dengan Business Intelligence
Langkah 4
Saya Ingin membuat sebuah Section Baru, saya klik kanan pada tab Section yang berjudul Business Intelligence, kemudian saya klik New Section
Langkah 5
Akan Muncul Section Baru berjudul New Section 1, tinggal saya ketikkan judul baru pada section ini
Langkah 6
Section ini akan saya beri nama dengan Data warehouse
Dua Section telah terbentuk, tidak sulit kan membuat Section?
Bagaimana menurut anda dengan microsoft one note, cukup mudah kan? Silahkan mencoba....

Naelul Fauziah

Bagaimana komentar anda dengan postingan saya?

 
;