Suatu malam di akhir waktu
kepulanganku, dengan bermanja-manja sebab rindu yang terlampau sesak pada ibu,
aku meminta tidur satu ranjang bersamanya, beratapkan kelambu untuk menghindari
nyamuk yang keberadaanya menganggu tidur, berselimutkan kain tebal dan kami
saling berpelukan hangat, kalau sudah begini membuatku malas untuk kembali,
biar saja aku disini, disamping ibu berselimut hangat berdua.
Selain karena betul-betul
ingin tidur bersamanya, ada satu hal penting yang sangat ingin kuceritakan
padanya, ah pada siapa lagi mengadukan resah dan gundah selain pada seseorang
yang mengurus kita sejak kecil dan tahu apa yang harus dilakukan untuk anak
kesayangannya.
Berawal basi-basi yang
remeh, bertanya ini itu soal keseharian ibu saat aku tak disampingnya,
kulanjutkan dengan memancingnya menceritakan kisah masa lalunya bersama bapak
atau bahkan sebelum bertemu bapak, dan mengalirlah begitu saja seperti air,
hanya satu dua pertanyaan, jawaban sudah melengkapi semua pertanyaan bahkan
yang belum diajukan sekalipun. Ibu memang senang sekali bercerita, kata banyak
orang dan beberapa teman dekat ibu yang kukenal, dia memang sosok perempuan
tangguh, aktif, kritis, dan selalu jadi juru bicara. Itu memang benar, kalau
ditelpon saja baru tanya kabar, jawaban sudah sampai pada menu makanan, hahaha
ah ibu ibu memang sosok yang luar biasa.
Ada satu hal yang
mengejutkan dari cerita ibu, ternyata ibu dan bapak adalah hasil dari
perjodohan, sebelumnya ibu sudah mencintai seseorang sejak lama, hampir 10
tahun, laki-laki itupun mencintai ibu, tapi entah kenapa mereka selalu ragu
untuk berencana menikah, ibu bilang laki-laki yang ia cintai seseorang yang
lemah, pengetahuan agama yang kurang baik dan sebagainya, sudah tahu begitu
masih saja cinta, dasar, hihihi.. dan akhirnya ibu dan bapak dijodohkan oleh
guru ibu di sekolah, dan bapak adalah salah satu guru juga disana, usia mereka
terpaut 10 tahun, kalau kuingat-ingat wajah bapak, memang beliau sudah sangat
tua sekali, aku merasa lebih baik memang Allah mengambilnya dengan usia bapak
yang sudah rentan itu.
Akhirnya aku menemukan titik
temu yang cocok, aku mulai bercerita sedikit demi sedikit tentang keresahanku,
awalnya hanya soal sekolah yang kuajar, murid-murid dan sampailah pada satu
sosok itu, tentang seseorang yang juga pernah mampir sesaat dalam hidupku dan
hingga hari ini aku masih belajar melepasnya, sebab melepaskan tidak semudah
saat pertama kali bertemu dan menemukan perasaan baru padanya, tidak semudah
itu, aku harus membunuh setiap kali kerinduan muncul dalam sesak, aku harus
mengubur setiap kali rasa mulai memenuhi hati, sementara aku tak bisa berbuat
apa-apa, hanya bisa mengingatnya begitu saja seperti angin.
Bu,
terkadang aku menyesal sudah bertemu dengan dia, andai saja dulu tak pernah
bertemu, tak pernah kenal, kami tak pernah memiliki rasa yang sama, andai
saja...
Kataku pada ibu dengan perasaan
penuh sesal.
Kamu salah
nak, justru harusnya kamu bersyukur sudah pernah mengenalnya, kalian memiliki
perasaan yang sama, hanya waktu yang tak berpihak, dan itu bukan sebuah
kesalahan, kalian pasti memiliki waktu yang manis bersama dan itulah kenangan
yang bisa kau ingat suatu hari nanti, tentu saja kenangan hanyalah bagian dari
masa lalu, masa depan nanti akan jadi milikmu dengan seseorang yang lebih baik
lagi darinya. Seperti bapak dan ibu. Ibu tak pernah menyesal sampai hari ini.
Betulkah begitu, aku hanya
harus bersyukur karena waktu yang pernah kulalui dengannya merupakan kenangan
manis?
Aku hanya harus belajar
lebih banyak pada ibu, belajarkan melepaskan masa lalu dan membuka lagi pintu
yang baik untuk masa depan..
Ibu, selalu mengobati luka
dengan cara yang tidak pernah diduga...
24102014, Bogor.
2 komentar:
cie
bagus-bagus tulisannya.. kok ga lanjut..???
Posting Komentar