PEMBAHASAN
a.
Biografi
buya Hamka
Nama lengkap dari Prof.
Dr. H. Hamka adalah Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah bin Abdullah bin
Soleh, atau yang dikenal dengan panggilan Buya Hamka. Buya Hamka dilahirkan di
sebuah perkampungan yang bernama Sungai Batang dekat Danau Maninjau Sumatra
Barat.
Dia
dilahirkan pada tanggal 17 Februari 1908 yang bertepatan dengan tanggal 14
Muharam 1326 H. Buya Hamka adalah anak seorang ulama yang terkemuka dan
terkenal yaitu Dr. Haji Karim alias Haji Rasul , pembawa faham pembaharu Islam
di daerah Minangkabau.
Buya
Hamka adalah seorang pujangga, ulama, pengarang, dan politikus.Dia banyak
mengubah syair dan sajak, menulis karya sastra, mengarang buku-buku bernafaskan
keagamaan.Dia menjadi tempat bertanya dan rujukan berbagai masalah keagamaan.Ia
pernah menjadi anggota Dewan Konstituante (dari partai Masyumi) setelah pemilu
tahun 1955.
Buya
Hamka belajar didesanya selama tiga tahun, ia lalu melanjutkan pendidikannya
kira-kira tiga tahun pula di sekolah agama di Padang Panjang dan Parabek. Karena bakat dan otodidaknya yang kuat, ia dapat mencapai ketenaran dalam
berbagaibidang. Bakatnya dalam bidang bahasa menyebabakan ia dengan cepat
dapatmenguasai bahasa Arab sehingga ia mampu membaca secara luas termasuk
berbagai terjemahan dari tulisan-tulisan Barat.
Bakat
tulis-menulis tampaknya memang telah dibawanya sejak kecil, yang diwarisinya
dari ayahnya, yang selain takoh ulamajugapenulis,terutama dalam majalah al-Munir.
Pada usia tujuh belas tahun, sekitar tahun 1925. Dia
telah menerbitkan bukunya yang pertama Khatibul Ummah, yang berarti Khatib dan
Umat. Kisah perjalanan naik haji ke tanah suci ditulisnya dalam surat kabar
Pelita Andalas. Tahun 1928, ia menerbitkan majalah Kemajuan Zaman dan pada
tahun 1932 ia terbitkan pula majalah al-Mahdi. Kedua majalah tersebut
bercorak kesusastraan dan keagamaan.Pada tahun 1936-1943 Hamka menjadi ketua
redaksi majalah Pedoman Masyarakat di Medan, sebuah majalah yang pernah
mencapai oplag tertinggi sebelum perang dunia kedua. Pada tahun 1959, ia
menerbitkan majalah Panji Masyarakat.
Pada tahun 1960
dilarang terbit karena menentang politik Soekarno. Bahkan ia sendiri ditangkap
dan semua buku-bukunya pun dilarang beredar. Selama meringkuk dalam tahanan
berbagai macam siksaan yang ditimpakan kepadanya, lebih–lebih siksaan yang
bersifat mental. Berkat pertolongan dan perlindungan dari Allah Swt semua siksaan dan
penderitaan selama berada dalam tahanan itu juga ada hikmahnya bagi dia. Dimana
dia dapat mengarang sebuah kitab Tafsir al–Qur’an yang beliau beri nama “ Kitab
Tafsir al – Azhar “ dan sekaligus merupakan sumbangannya yang terbesar bagi
umat manusia. Dimana dia berkata: “ Sebaiknya sayalah yang mengucapkan terima
kasih kepada yang menahan saya, karena selama dua tahun dalam tahanan dan di
rumah sakit persahabatan, saya telah berhasil mengarang Tafsir al–Qur’an yang
tidak dapat saya selesaikan dalam tempo 20 tahun diluar tahanan“. Setelah
keluar dari tahanan dia lebih banyak mencurahkan dan menyisihkan waktu dalam
soal agama saja, seperti memberi kuliah subuh, ceramah melalui RRI, TVRI dan
membina Masjid Agung al–Azhar sebagai imam besar.Pada tahun 1967 dia
direabiliter oleh presiden Suharto dan larangan menyebarkan buku–buku karangannnya
dicabut kembali sedangkan dalam organisasi Muhammadiyah sejak tahun 1971.dia
ditetapkan menjadi penasehat pimpinan pusat Muhammadiyah sampai akhir hayat.
Berkat ilmu pengetahuan yang di dapati dengan cara belajar sendiri, maka pada
tanggal 8 Juni 1974 Buya Hamka mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas
Kebangsaan Melaysia Kuala Lumpur.
Pada
bulan Juni 1975 berdirilah MUI dan Buya Hamka terpilih menjadi ketua pertama
sampai tahun 1981 dia meletakkan jabatan setelah heboh soal fatwa mengenai
kehadiran umatIslamdalamperayaanNatal.
Di samping terkenal sebagai ulama besar, dia juga terkenal sebagai pengarang yang sangat produkif hampir seluruh waktunya dicurahkan pada dunia tulis–menulis.
Di samping terkenal sebagai ulama besar, dia juga terkenal sebagai pengarang yang sangat produkif hampir seluruh waktunya dicurahkan pada dunia tulis–menulis.
Di dunia tulis–menulis
ia rintis pada usia yang relatif muda yaitu pada usia 17 tahun. Dia sudah
berhasil mengarang sebuah buku, satu keistimewaan dia dalam menulis, dimana
hasil karya–karyanya enak dibaca karena didalamnya disertai bahasa yang indah
dan menawan setiap pembaca.Disamping itu juga mudah pula dipahami maksud
isinya. Inilah salah satu faktor yang menyebabakan pembaca buku– buku Buya Hamka
tidak bosan, banyak sekali buku–buku yang dia karang meliputi berbagai ilmu
antara lain: sejarah, filsafat, tasawuf , fiqih, roman dan lainnya.
Hamka
telah mengarang buku kurang lebih sebanyak 150 buah buku sebagaimana yang
tertera didalam buku perjalan terakhirnya disebutkan: “Dari semenjak
menciptakan buku “ Khatibul Ummah “ yang merupakan buku agama pertama dibuatnya
dengan menggunakan bahasa arab sampai pada buku yang paling besar dan terakhir
ialah : “ Tafsir al–Qur’anul Karim al–Azhar “ tidak kurang 113 buku sedangkan
buku–buku lainnya dari sejak “ Tengelamnya Kapal Van Der Wijcknya dan
Dibawah Lindungan Ka’bah “ roman yang bernafaskan agama Islam sampai pada
politik, filsafat, yang telah dimuatnya mencapai 150 buku. [1]
b.
Biografi
Ibnu Taimiyah[2]
Taqiyuddin Ahmad Ibnu Taimiyah dilahirkan pada tahun 661 H (1263 M) di
harran, Syiria. Dari kalangan yang terdiri dari cerdik pandai dan theolog
terkenal. Ibnu Taimiyah baru berusia tujuh tahun ketika harran diserang oleh
pasukan mongol, beserta kedua orangtuanya ia terpaksa mengungsi ke Damaskus.
Karena kepanikan yang melanda syiria selatan tersebut mereka sangat banyak
mengalami kesulitan di pengungsian. Peristiwa tragis ini sangat membekas di
dalam hati ahmad yang masih muda dan sensitif, dan tak dapat dilupakannya.
Semakin bertambah usianya semakin besar kebenciannya kepada orang-orang mongol.
Ibnu Taimiyah merupakan
tokoh pemersatu pasukan tempur yang besar untuk memerangi orang-orang mongol
walaupun orang-orang mongol ini telah memeluk agama Islam. Sedemikian banyak
kejahatan dan kelaliman mereka yang telah disaksikannya sehingga ia berpendapat
bahwa walaupun orang-orang mongol tersebut menganut Islam, pada dasarnya mereka
tetap pemberontak dan memerangi mereka merupakan sebuah kewajiban agamawi.
Sebenarnya Taimiyah adalah nama keluarga, namun tidak diketahui apakah
keluarga tersebut berasal dari arab atau bukan. Mungkin sekali mereka adalah
orang-orang kurdi. Orang-orang kurdi terkenal dengan kegagahberanian,
kekerasan, integritas moral yang tinggi dan kecerdasannya. Kualitas-kualitas
ini tampak jelas di dalam pribadi taimiyah walaupun ia dibesarkan di dalam
lingkungan para cerdik-pandai yang tenang. Sudah tentu Ibnu Taimiyah berkenalan
dengan orang-orang kurdi yang pada abad keenam dan ketujuh hijriyah tampil
sebagai pembela Islam dan kaum muslimin, serta paling banyak menderita karena
serangan-serangan pasukan kristen. Sesungguhnya orang-orang kurdi inilah yang
telah meruntuhkan kejayaan penakluk-penakluk kristen dan merambah jalan bagi
raja-raja mamluk mesir untuk memukul mundur pejuang-pejuang kristen ke eropa.
Karena orangtua dan sanak keluarganya menetap di damaskus maka disitu
pulalah Ibnu Taimiyah mendapatkan pendidikannya. Ayahnya, Syihabuddin adalah
seorang guru hadits dan pengkhutbah yang terkenal di masjid besar damaskus. Di
samping itu, pamannya, Fakhruddin, adalah cendikiawan dan penulis yang
termasyhur. Oleh karena itulah Taqiyyudin bin Taimiyah memperoleh pendidikan di
sekolah ayahnya sendiri dan lingkungan keluarganya sendiri yang secar turun
temurun merupakan tokoh-tokoh cerdik-pandai. Ia juga belajar dari para
cendikiawan terkemuka di damaskus pada masa itu. Studi-studinya tidak hanya
terbatas pada al Qur’an, Hadits, dan Fiqih. Ia juga mempelajari dan menjadi
ahli di bidang Matematika, Sejarah, dan Kesustraan. Secara khusus ia
mempelajari huku dari mazhab hambali dimana ayahnya merupakan tokoh yang
penting.
Pada masa itu dunia Islam sedang mengalami kemunduran. Di sebelah timur
kaum muslimin dikalahkan oleh pasukan mongol, dan di sebelah barat mereka
terusir dari spanyol. Para cerdikpandai yang berada di negeri-negeri tersebut
mengungsi ke tempat-tempat yang lebih aman. Kebanyakan di antara mereka pergi
ke Cairo dan Damaskus, yang pada masa itu merupakan pusat kebudayaan dan tempat
yang paling aman. Kedua orangtua dan sanak keluarganya telah mengungsi ke
damaskus.
Cabang ilmu pengetahuan terpenting yang ditekuni Ibnu Taimiyah adalah
theologi. Ada eberapa alasan historis mengapa ia memilih theologi. Orang-orang Ayyubiyah
yang berkuasa di Syiria dan mesir sebelum Ibnu Taimiyah tampil adalah
pendukung-pendukung paham Asy’ari yang fanatik.
Ibnu Taimiyah baru saja menyelesaikan pendidikannya pada waktu ayahnya
meninggal dunia pada tahun 682 H (1283 M). Ketika ia baru berusia dua puluh
satu tahun. Setahun kemudian jabatan mahaguru di bidang hadits yang dipegang
oleh ayahnya di berbagai madrasah terkemuka di kota damaskus diserahkan
kepadanya. Dalam waktu singkat namanya menjadi termahsyur melebihi ahli-ahli
hadits lain yang terkemuka pada masa itu, seperti Ibnu Daqiq al-Id, Kamaludin
al Zimlikani dan Syamsuddin al Dzahabi. Kemudian ia mulai mengajar dan
berkhutbah di masjid besar Umayyah dan pendengar-pendengarnya yang terdiri dari
para siswa, sahabat, penganut mazhab-mazhab lain, pendukung, dan penentangnya
kian hari kian bertambah. Nama Ibnu Taimiyah sering disebut-sebut dan dihormati
di dalam lingkungan intelektual baik di dalam daerah kekuasaan raja mamluk
maupun di luarnya. Kuliah-kuliahnya mencakup semua subyek di dalam pengetahuan
Islam, namun semuanya mempunyai tema yang sama yaitu menghidupkan kembali
semangat Nabi beserta sahabt-sahabatnya sewaktu Islam masih murni dan belum
dicampuri oleh ide-ide asing dan bid’ah, karena yakin bahwa pendapatnya sesuai
dengan ide-ide praktek Islam yang murni, maka pendapatnya itu dipertahankannya
dengan segala pemikiran logis dan argumentasi-argumentasi kuat berdasarkan
pengetahuannya yang luas dan mendalam mengenai al Qur’an, Sunnah, Sejarah, dan
cabang ilmu pengetahuan yang lain, dan diungkapkan dengan bahasa yang sangat meyakinkan.
Kehidupan politik negara pada masa itu secara garis besarnya dikendalikan
oleh bangsawan-bangsawan mamluk turki, sementara pemerintahan sipil khususnya
di bidang yudikatif, dipegang oleh orang-orang arab. Sebagai sebuah kelas yang
tersendiri, ahli-ahli hukum memiliki kekuasaan yang sangat besar, mengawasi
pemerintahan sehari-hari, secara efektif sekali dapat mengatur kehidupan
beragama rakyat.
Awal mula permusuhan terhadap Ibnu Taimiyah adalah tahun 698 H. Ketika
orang-orang hamah meminta pendapat mengenai sifat-sifat Allah yang disebutkan
di dalam al Qur’an. Ibnu Taimiyah memberikan jawaban dalam bentuk risalah yang
berjudul ar-risalah al-hamawiyah. Risalah inilah yang mencetuskan tantangan
para Fuqaha’ yang diketuai oleh Qadhi Jalaludin dari mazhab hanafi di Damaskus.
Ibnu Taimiyah dihadapkan kepada para hakim dan ahli hukum untuk
mempertanggungjawabkan pandangannya di dalam risalah itu. Maka terjadilah
perdebatan sengit yang akhirnya dimenangkan oleh Ibnu Taimiyah. Peristiwa ini
merupakan awal dari perang polemik yang seru di kemudian hari.
Keberaniannya dalam menyampaikan ajaran-ajaran yang murni yang dari awal
tujuan utamanya adalah membebaskan umat dari bid’ah, kemudian ia berbicara
tidak hanya melalui khutbah dan pengajaran di madrasah, tapi melalui tulisan.
Karena tulisan-tulisan itulah awal dari ia dipenjarakan. Ia tidak pernah
menyesali dan menarik kembali kata-katanya tetapi hukuman itu diterimanya
dengan tabah dan gembira. Sekalipun di dalam penjara ia terus menerus menulis,
karena ia tidak ingin menyia-nyiakan hidupnya dengan bermalas-malasan.
Ibnu Taimiyah meninggal dunia di dalam penjara pada tahun 728 H (1328 M).