Bukankah memilih untuk
menginjakkan kaki di kota pelajar adalah pilihan hatimu?
Tidak, aku menyukai
kota Yogyakarta tapi tak sangka bisa menghabiskan banyak waktu berada di kota
ini, bisa kuliah di PUTM, dan akhirnya menghirup nafas di UAD dan tinggal di Persada,
perjalanan itu serupa roda yang terus berputar tanpa bisa berhenti, sejak awal
roda itu memang tak berniat untuk berhenti, ia akan terus melaju, melaju sampai
menemukan akhir yang tidak tahu dimana dan kapan.
Kau tahu kan bagaimana
diriku?
Iya aku tahu, aku sangat
tahu.
Kau yang sangat menyukai
kebebasan, tidak suka dengan aturan, ingin melakukan banyak hal sesukamu, yang
sesuai dengan dirimu, duniamu.
Kau benar, aku suka
kebebasan, seperti burung yang bisa terbang kemana saja tanpa ada aturan jam
berapa ia harus berhenti mengepakan sayapnya, pulang ke kandang, tidur, atau
apa saja.
Baru beberapa hari lalu,
baru beberapa minggu lalu aku bercerita pada seorang teman dekat, mengaku
sangat bahagia dengan duniaku saat ini, bisa melangkah sesukaku, sial, itu
kegirangan yang gila, aku salah besar, aku lupa ada banyak aturan yang
mengelilingiku, aku terkurung dalam UUD hidup yang tak kusuka.
Aku bahkan lupa kalau
aku ini bukan lagi milik diriku sendiri, tidak bisa sesuka hati mengambil
langkah untuk egoisme sendiri, tidak bisa lagi mencoba banyak hal yang kuanggap
ini masa mudaku, aku harus mencoba sebanyak-banyaknya pengalaman sampai aku
menemukan sesuatu yang pas dengan jiwaku, aku bisa nyaman berada di dalamnya.
Aku lupa semua itu, kenapa pula aku harus lupa, seandainya aku ingat aku tidak
akan patah hati.
Ada banyak yang sudah
mengikatku, ruang dan waktu tak lagi bisa berkompromi, dan aku sudah masuk
dalam lingkaran itu sejak awal, dan kau tahu, tidak ada kompromi untuk bisa
keluar jika kau sudah berada di dalamnya, yang bisa kau lakukan hanya bagaimana
menciptakan kedamaian di dalamnya.
Kau tahu kenapa hatiku
berontak?
Aku tahu, bukankah sudah
kukatakan aku sangat tahu.
Entahlah, aku ingin
menciptakan duniaku sendiri, aku ingin berbuat apapun yang aku suka tanpa harus
takut ada teguran, ada hukuman, ada evaluasi, ada segala macam yang bikin
parno.
Oh My God, kau tahu kan
aku paling tidak suka ditegur, paling tidak suka dilarang, dan paling tidak
suka dimarahi.
Aku egois?
Sejak dulu kau memang
selalu egois.
Terserahlah kau mau
bilang aku egois atau apa, aku patah hati sungguh.
Karena kau tidak bisa
meraih kebebasanmu lagi?
Ya, selain itu karena
ada hal lain yang mengangguku.
Hal lain apa?
Entahlah, benar kata
seorang teman, hidup ini rumit, semakin aku merasa tua semakin terasa rumitnya
di kepala.
Jadi, sekarang apa yang
akan kau lakukan untuk menyembuhkan lukamu?
Sepertinya aku harus
banyak tersenyum dan tertawa.
Aku tidak mengatakan aku
menyerah, hanya saja mungkin saat ini Tuhan punya rencana lain untukku, aku
harus banyak belajar, banyak menerima, banyak memahami, dan menghilangkan ego
besarku.
Kurasa itu jawaban
paling bijaksana yang kudengar darimu.
Sudah, tidak usah
menghiburku, aku masih patah hati.
Hidup kan memang begitu,
ada aturan, ada orang lain yang terlibat, ada pihak lain yang mengikat, semua
berjalan seperti itu normalnya. Kalau mau hidup sesukamu, tidak suka dengan
aturan, kenapa masih memilih untuk hidup?
Haissh, dasar kau, kau
pikir patah hati karena hal seperti ini membuatku berpikir membuang hidupku
begitu saja, mengakhirnya sia-sia, No No itu bukan pilihan tepat menurutku.
Lalu, bagaimana cara
yang tepat agar kau merasa nyaman dengan dirimu, kau bisa berbuat apa saja
meski terikat, dan meraih kebebasan bukan dari sudut pandangmu?
Tidak tahu, aku tak
punya ide.
Ya sudah, jalani saja,
biarkan ia mengalir lepas, suatu saat kau akan merasakan damai dan nyaman di
waktu yang tepat dengan cara lain, dengan kebebasan dalam bentuk lain,
bersabarlah Tuhan selalu punya rencana baik untuk kita.
Bagaimana kalau sekarang
kita makan siang, perutku sudah lapar.
Tidak, tahan sebentar,
aku ingin menikmati dunia ini sebentar saja.
15.24
Persada.
0 komentar:
Posting Komentar