Senin, 27 Februari 2012

HUKUM KLONING MANUSIA

Pengertian
Menurut Wikipedia bahasa Indonesia : Ensiklopedi bebas, kloning merupakan teknik penggandaan gen yang menghasilkan keturunan yang sama sifat baiknya dari segi hereditas maupun penampakannya.
Istilah kloning berasal dari kata bahasa inggris, cloning adalah suatu usaha untuk menciptakan duplikat suatu organisme melalui proses yang aseksual. Atau dengan arti kata lain membuat “foto copy” atau penggandaan dari suatu makhluk melalui cara-cara non seksual.
Hukum kloning
Kloning terhadap manusia telah menimbulkan banyak kontroversi sejak beberapa tahun yang lalu hingga sekarang. Pemimpin agama dan Negara menyatakan kecamannya terhadap sebuah perusahaan yang melayani jasa cloning manusia.
Vatikan mengatakan cloning itu tidak mengandung pertimbangan etika dan kemanusiaan sedikit pun. Sementara, kepala rabbi Israel mengatakan cloning tidak alami dan melanggar semua masalah yang menjadi hak Tuhan.
Di luar itu, makhluk hasil cloning memang banyak kelemahannya. Pakar rekayasa genetika sepakat bahwa bayi hasil clon kesehatannya rentan.  Memang, kalau ditinjau dari aspek intelektual atau ilmu pengetahuan, maka umat manusia sungguh mempunyai kemajuan yang pesat, tapi di dalam proses kemajuan ini apakah ada tersimpan kecemasan yang tidak diketahui orang? Jawabannya, pasti! Dampak langsung teknik cloning itu justru adalah pukulan terhadap moral dan etika yang berkaitan dengan hakikat manusia itu sendiri. Begitu muncul manusia cloning, apa jadinya hubungan antara yang dikloning dengan yang mengkloning? Berasal dari satu orang yang sama, sang ayah sekaligus berpredikat sebagai anak.
Makna keberadaan manusia tidak bisa disamakan dengan benda organic atau benda non-organik lainnya.
Memang, belum ada hukum secara tegas yang melarang pengkloningan manusia, tapi sampai dimana manusia boleh menggunakan teknologi ilmiah yang pada hakikatnya berasal dari tuhan.
Menurut Prof.Dr.Franz Magnis, menciptakan manusia oleh manusia bisa diartikan memperalat orang. Dilihat dari sisi etika, hal ini sangat merendahkan martabat seseorang. Beliu juga mengatakan bahwa manusia hanya sekedar menjadi objek cita-cita manusia itu sendiri. Sangat jelas disini, manusia sudah mulai memposisikan dirinya sama dengan Tuhan. Selain itu, dampaknya pada aspek social dan moral adalah :
Menghilangkan nasab anak hasil cloning yang berakibat hilangnya banyak hak anak dan terabaikannya sejumlah hukum yang timbul dari nasab seperti warisan.
Institusi perkawinan yang telah disyariatkan sebagai media berketurunan secara sah menjadi tidak diperlukan lagi, karena proses reproduksi dapat dilakukan tanpa melakukan hubungan seksual.
Lembaga keluarga akan hancur dan pada gilirannya akan terjadi pula kehancuran moral, budaya, hukum, dan syariah islam lainnya.
Tidak akan ada lagi rasa saling mencintai dan saling memerlukan antara laki-laki dan perempuan.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan konsekuensi dari konsep ilmu dalam al qur’an yaitu menemukan sesuatu hal yang baru yang tidak diketahui oleh masyarakat. Akan tetapi produk-produk baru dalam ilmu pengetahuan harus mengacu pada lima acuan syariah yang sudah ditetapkan sebagai acuan untuk memahami hukum. Lima acuan tersebut adalah :
Penghormatan syariah terhadap keyakinan /agama (Hifz al din)
Penghormatan syariah terhadap eksistensi diri dan martabatnya (hifz al nafs)
Penghormatan syariah terhadap eksistensi berpikir (hifz al ‘aql)
Penghormatan syariah terhadap keturunan (hifz al nasb)
Penghormatan syariah terhadap kepemilikan harta (hifz al mal)
Lima acuan diatas yang disebut dengan maqashid asy syariah.  Lalu bagaimana lima acuan tersebut dijadikan alat untuk menganalisa kasus cloning?
Penerapan kasus cloning sebagaimana telah dipaparkan di muka jelas akan membawa masalah berkaitan dengan maqsodh yang nomor empat, dimana keturunan menjadi bagian dari dasar ajaran islam. Sebagian dari hukum syariah mempunyai basis pada system keturunan ini, yaitu adanya perwalian, pernikahan, dan warisan yang membutuhkan eksistensi orangtua/nasab, sedangkan manusia hasil cloning tidak memiliki semua itu.
Disamping itu, terdapat dalil-dalil yang menguatkan keharaman kloning manusia, meskipun tidak secara tegas pengharamannya, sebagai berikut :
Pertama, anak-anak hasil cloning dihasilkan melalui proses yang tidak alami, padahal justru cara alami itulah yang telah ditetapkan oleh allah untuk manusia dan dijadikan sebagai sunnatullah. Allah berfirman :
وَأَنَّهُ خَلَقَ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ وَالْأُنْثَى (45) مِنْ نُطْفَةٍ إِذَا تُمْنَى (46)
Dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan pria dan wanita. dari air mani, apabila dipancarkan (An Najm :45-46)
Kedua, anak-anak produksi cloning dari perempuan saja tanpa adanya laki-laki, tidak akan mempunyai ayah.dan yang dihasilkan dari pemindahan sel telur ke dalam rahim perempuan yang bukan pemilik sel tidak pula mempunyai ibu. Sebab rahim itu hanya sebagai penampung saja. Hal ini bertentangan dengan firman Allah berikut :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan. (Al-Hujurat :13)
Ketiga, kloning manusia akan menghilangkan nasab. Padahal islam telah mewajibkan pemeliharaan nasab. Sebagaimana hadits nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu abbas berikut :
“Siapa saja yang menghubungkan nasab kepada orang yang bukan ayahnya, dan budak bukan pada tuannya maka dia akan mendapat laknat dari allah, para malaikat dan seluruh manusia.” (HR. Ibnu majah )
Dikuatkan dengan kaidah  درء المفاسد مقدم علي جلبالمصالح.
Maka, dengan pertimbangan-pertimbangan aspek-aspek diatas dan mafsadah yang terjadi akan berdampak lebih besar, maka hukum kloning manusia tidak diperbolehkan. (dikuatkan oleh fatwa MUI TAHUN 2000 di Jakarta)


Rujukan : Manusia kloning yang pertama telah lahir, Imam musbikin, cetakan pertama july 2010.

0 komentar:

Posting Komentar

Bagaimana komentar anda dengan postingan saya?

 
;