Seorang teman pernah
bertanya di sela-sela diskusi panjang tentang pilpres dan surat-suratan para
pendukung, entah angin darimana tiba-tiba saja ia memulai pembicaraan yang
membuatku mendadak diam.
Eh nay,
kalau kamu ketemu jodohmu kamu ingin di situasi seperti apa?
Bola matanya yang besar
berkedip satu, entahlah itu jenis ekspresi apa.
Eh, kok
mendadak bicara itu toh, ayolah kita bahas lagi soal dolly, jadi kamu mau
daftar gak ke dolly? #ups
Nay,
sukanya deh mengalihkan topik.
Wajahnya sedikit ditekuk.
Lagian
orang bicara apa tiba-tiba bahas soal jodoh, alayaaaah.
Mendadak nada suaraku
berubah mengikuti seorang murid bernama laila, di akhir kata pasti ia akan
mengatakan “alayaah”, entah itu artinya apa, aku belum sempat menanyakannya.
Tapi itu semacam ekspresi sebal-sebal bohong, hahaha. Sebal tapi Cuma becanda.
Udah nay,
dijawab aja.
Rupanya penasaran sekali ini
orang sampai memaksa-maksa.
Oke, oke,
maksudnya bertemu dalam situasi apa itu gimana, coba jelasin dulu.
Aku mulai merespon
pertanyaan anehnya.
Gini loh,
misalnya senior kita kan ada yang bertemu jodohnya pas ikut kajian ramadhan,
mereka sama-sama peserta dan bertemulah, saling suka lalu sekarang sudah
menikah, ada juga yang pas di warung makan, pertama lihat langsung suka,
ta’aruf dan langsung ngajak nikah walaupun yang ini agak ekstrem si, la wong
belum kenal kok langsung ngajak nikah.
Jelasnya bersemangat. Dasar
orang ini jelasin sampai berapi-api, lupa apa yah lagi puasa, paling habis ini
bilang haus, hahaha.
Em, emang
beneran po mereka langsung nikah setelah bertemu pertama kali itu?
Tanyaku penasaran.
Iyah,
langsung ngajak nikah, yah memang itulah jodoh nay, baru lihat pertama entah
sebab apa kamu merasa yakin sekali pada dia.
Senyum merona di pipinya
terpancar, aku tahu pasti dia sedang membayangkan sesuatu.
Jadi
walaupun kita tidak kenal siapa dia, tapi entah kenapa melihat pertamakalinya
kita merasa yakin menyukai dia dan ingin menikah dengannya, itulah jodoh, gitu
maksudmu.
Tanyaku masih belum puas.
Katanya
si gitu, ya aku juga belum tahu.
Jawabannya mulai terlihat
ragu-ragu.
Tapi
bukan itu yang pengen aku tahu, tadi kan aku tanya kamu pengen ketemu jodohmu
dalam situasi yang gimana? Kalau aku pengen banget ketemu pas aku lagi di toko
komik, atau pas aku lagi ikut seminar, talkshow gitu, setidaknya terlihat dari
kepribadinnya dia suka komik, atau dia suka belajar dan mencari ilmu, pasti
orang pinter.
Masih penuh semangat ia
menjelaskan.
Aku?
Aku mulai
merangkai inginku.
Aku ingin
bertemu dengannya di tengah hujan, tidak terlalu deras, bukan juga gerimis, ya
semacam hujan tapi yang sedang-sedang saja, anginnya tidak kencang, tidak
banyak becek di jalan, hujan yang biasa saja, aku dengan penampilanku yang
biasa saja, dia juga, sangat biasa saja, aku menunggu hujan berhenti, dia pun
begitu, kami sama-sama tak membawa payung, dan hanya berteduh di depan toko.
Lalu ketika melihat toko tempat kami berteduh rupanya kami sadar ternyata itu
toko buku, lalu kami masuk ke dalamnya, kami sibuk melihat-lihat buku, sebab
hobby kami sama suka buku, mengoleksi dan membacanya, dan pada satu titik kami
bertemu pada satu rak yang sama, rak novel. Lalu mata kami bertemu, dia seorang
yang biasa saja tapi entah kenapa terlihat sangat hebat, sebab dimataku orang
yang suka membaca adalah orang yang hebat, kelopak matanya hitam, mungkin sebab
ia sering membaca dan sedikit tidur, alisnya menaik seperti orang yang sedang
menantang, mungkin menantang seberapa banyak bisa membaca, tatapannya tajam,
sangat tajam, pertama kali mata kami bertemu di bola matanya tak ada satupun
yang bisa kubaca, seorang yang susah ditebak, tapi rupanya ia amat ramah sebab
ia memulai pembicaraan.
Lagi cari
novel apa?
Suaranya,
cukup jantan, seperti umumnya suara lelaki yang memiliki jakun, terdengar
jantan dan betul-betul lelaki.
Aku yang
memang dasarnya malu pada orang baru tentu saja hanya membalas dengan senyuman.
Saya juga
suka novel, saya suka novel ini, bagus ceritanya. Bukan sekedar novel.
Ia
melanjutkan bicara sambil memberiku satu buah buku yang menurutnya bagus.
Sifat
dasar maluku mendadak hilang, sebab pembicaraan mulai spesifik, tentu saja
karakterku bila sudah bertemu orang yang klop untuk membahas sesuatu tersebab
samanya yang disuka, yang dibaca atau yang ditonton, aku menjadi lupa diri.
Ah ini,
aku juga punya novel ini, tapi belum selesai kubaca, sebab butuh waktu panjang,
harus sambil berpikir.
Jawabku
bersemangat.
Novel
berjudul dunia sophie menjadi awal pembicaraan.
Pembicaraan
berlanjut, hujan masih saja belum berhenti, ia mulai bercerita mengenai novel
apa saja yang ia baca, yang ia suka, genre apa, aku memang paling suka
mendengarkan, dan aku jadi tahu satu hal, orang yang baru kukenal ini senang
membagi ilmunya. Gantian aku yang bercerita novel apa yang kusuka, dan ternyata
tak banyak yang berbeda soal genre apa yang kami baca, beberapa penulis buku
pun sama-sama kami suka.
Yeah, aku
ingin bertemu jodohku dengan situasi seperti itu.
Rupanya sejak tadi ia
tertidur, aku yakin ia tak mendengar sedikitpun jawabanku, besok besok kalau
ditanya lagi aku malas menjawab.
Dengkurnya terdengar keras,
bertemu jodoh, aku jadi teringat akan seseorang, yang saat pertama kali
melihatnya tanpa ragu, amat yakin aku merasa dialah, yah dialah. Tapi entahlah,
itu memang baru katanya, qila wa qola kan tidak pernah pasti.
5 Juli 2014
Pakpayoon, Phathalung.
0 komentar:
Posting Komentar