Selasa, 15 April 2014

85 %


Aku mau kita berhenti disini.

Mendadak semua lampu jalanan jadi gelap, bising kendaraan menjadi sepi tak bersuara, sesak tiba-tiba melanda, nafas yang tertahan, satu mangkok bakso yang sudah dipesan berubah menjadi makanan kotor, tanpa basa basi ia cepat mengajak temannya pulang, dia ingin cepat pulang sampai kamar, dan..

Tak harus menunggu sampai kamar rupanya, tangis itu tak bisa ia sembunyikan, sepanjang jalan airmata meleleh begitu saja, nafasnya diburu waktu, sesak, dan tak tahu mau berkata apa.

Sampai kamar, ia membanting pintu, masih dengan nafas yang tak teratur ia berdiri, mengambil apa saja yang pernah diberikan olehnya, oleh dia yang tiba-tiba memintanya berhenti dari perjalanan panjang. Semua yang pernah diberikan olehnya, semua benda yang erat kaitannya dengan dia, ia ambil, ia robek buku-buku yang dulu diberikan saat ulang tahunnya yang pertama, ulang tahun kedua, ketiga, dan kesekian, foto dia, apapun, tak peduli, ia lempar, malam itu tangisnya meledak, bak pesakitan kehilangan akal.

Bagaimana tidak, jika perjalanan yang sudah terlampau panjang dan penuh liku itu tiba-tiba harus berhenti karena alasan yang menurutnya tak masuk akal.

Sejauh ini, ia tak pernah bisa memahami apa yang dipikirkan laki-laki yang selalu ragu itu, sepanjang jalan yang ia lalui ia harus berkali-kali mengalami jatuh dan sakit sebab laki-laki yang di hatinya selalu penuh keraguan. Dan malam ini, ia rasa menjadi puncaknya, kesakitan yang amat berat dia pikul hampir mengeringkan kantung airmatanya.

Separuh nuraninya yang masih sadar, ia berusaha menerima, ini mungkin jalan Tuhan, masa depan manusia hanya sebatas rencana, Tuhanlah yang punya kuasa.
Tapi mengapa harus sekarang? Waktu dimana kabar gembira sedang memenuhi hatinya, kabar gembira akan kesempatannya bisa mewujudkan impian. Pada saat dukungan yang ia harapkan, justru sesak yang tak diduga itu melanda.
***
Harapannya hampir hilang. Keraguan menyelimuti, entah sebab apa, setan memang paling bisa menanam benih ragu pada hati manusia, dan justru keraguan itu ia terus rawat dan menjadi besar.
Sebab ragu itu ia putuskan untuk berhenti, ia tak ingin memberi sakit yang lebih pada gadis yang sudah ia ikrar tiga tahun lalu itu. Ikrar yang tak pernah ia memulainya tapi waktu membuatnya menjadi pejalan yang tangguh. Keyakinan gadis itu membuatnya menjadi punya satu impian kecil.
Tapi saat ini, impian kecil itu tak juga mendapat cahaya untuk keluar, tak ada harapan untuk bisa diwujudkan, ketakutan dan kekhawatiran yang berlebihan membuatnya mengambil keputusan yang tidak terduga.
Ia tahu, ia bisa merasakan, tangis gadis itu mengudara, di langit-langit kamar ia bisa mendengarnya, dan dia hanya bisa terduduk lemas menundukkan kepala.
***
Hari berganti, siang jadi malam, bulan menjadi matahari, panas jadi hujan, dan Tuhan mendengar do’a-do’a.
Ada secercah asa, ada harapan kecil, entah akan menjadi apa harapan itu, tapi kedua insan itu percaya akan do’a dan ikhtiar, gadis yang hampir kering airmatanya itu kembali tersenyum, laki-laki yang hatinya penuh keraguan itu menyerah, ia tak sanggup mengambil keputusan yang separuh hatinya merasa berat. Kedua insan itu memulai kembali ikhtiar, ikhtiar dan do’a sejauh yang mereka mampu.
Suatu hari, laki-laki yang di hatinya selalu ragu itu memberikan sesuatu, semacam hadiah untuk ikhtiar yang mereka mulai kembali, untuk waktu yang menunggu, untuk jarak yang tak lagi dekat, dan untuk rindu yang tak bisa bertemu.
Mereka hanya bisa pasrah sepenuhnya pada Tuhan yang punya kuasa, pada waktu yang setia, pada jarak yang membentang, dan keyakinan-keyakinan yang mereka punya.
***
Itulah manusia, setan tak pernah berhenti menggoda dan membisikan keburukan-keburukan pada hatinya.
Setelah berbulan-bulan, jarak yang sudah tak lagi bisa diukur, waktu yang perlahan mulai mengendur, keyakinan yang berubah menjadi kecurigaan, gadis itu merasakan ada yang tak beres, laki-laki itu lama tak ada kabar, dan kesibukan mulai menjadi alasan paling suci untuk jawaban sapa yang tiba.
Ada kabar yang tak baik ia dengar, ingin sekali ia bertanya pada lelaki itu, tapi apalah, jarak yang amat jauh ini menjadi penghalang. Ia tak ingin curiga dan menyimpan prasangka buruk. Sampai akhirnya ia menemukan kata-kata manis itu ditulis oleh laki-laki yang hatinya selalu ragu itu ditujukan pada seorang gadi, lalu? Ada apa dengan mereka?
Pertanyaan-pertanyaan memenuhi pikirannya, ia sibuk dengan prasangka buruk dan kecurigaan yang berlebihan.
Hari itu, sepulang ia mengajar di sekolah, sore yang cukup ramai di negara yang muslimnya minoritas, ia mencari tahu apa yang terjadi di belahan dunia lain, ia bertanya pada siapa saja yang bisa ia tanya, sampai akhirnya ia menemukan kata-kata yang terlampau berlebihan, status yang berlebihan yang tak bisa ia tolerir lagi.  Hatinya berkecamuk, lelah karena baru saja pulang mengajar, dan kata-kata, status-status yang ia anggap sudah tak lagi bisa dimaafkan.
Sampai di kamar ia membanting pintu, airmatanya kembali meleleh, persis seperti kejadian beberapa bulan lalu sebelum keberangkatannya ke negeri orang, tangisnya meledak, ia berdiri dengan nafas yang tak teratur, ia mengambil benda apa saja yang pernah diberikan oleh lelaki itu, matanya menyisir tiap rak buku dan seisi kamar, tak ada satupun benda pemberian dari dia, dulu sudah habis ia lempar tak bersisa, namun tiba-tiba ia teringat sesuatu, matanya yang sendu tertuju pada satu benda yang selalu ia simpan rapih di dalam kotak, ia membuka kotak itu dan menemukan benda itu, benda yang diberikan oleh lelaki yang hatinya selalu ragu itu, dan..
Tangisnya mendadak berhenti, ia ambil benda itu, ingatannya kembali pada laki-laki itu.

Tolong disimpan baik-baik yah benda ini.
Kenapa memang?
Em, benda ini punya sejarah sendiri untuk saya, benda kesayangan saya.
Memang apa sejarahnya?
Sore itu, langit yang cerah menemani pembicaraan kami.
Suatu malam, saya tiba-tiba punya keinginan untuk mengaji, ingin melancarkan bacaan Qur’an saya, memperbaiki hafalan saya, keinginan itu amat kuat, tapi sayang saat saya ingin memulai keinginan besar itu, di kamar tak ada al-Qur’an, dengan azzam yang kuat saat itu juga saya pergi ke toko buku membeli al-Qur’an, hari demi hari saya mulai memperbaiki hafalan saya dengan al-Qur’an ini.
Suatu hari al-Qur’an ini hilang entah dimana saya lupa, maklum saya memang orang paling ceroboh, al-Qur’an yang suci dan benda yang saya sayang itu hilang, beberapa waktu, cukup lama sekali.
Hingga suatu saat, saya sholat di masjid, entah bagaimana caranya, saat saya selesai sholat, al-Qur’an yang sudah sekian lama hilang itu tiba-tiba berada di hadapan saya, apa kebetulan atau apa saya tak tahu, tapi bukankah tak ada yang kebetulan, semua sudah Tuhan rencanakan. Saya bawa pulang kembali al-Qur’an itu, dan sekarang saya berikan al-Qur’an ini padamu, dijaga baik-baik, sering-sering baca Qur’an dan perbanyak menghafal yah.
Benda itu, ia buka lembar demi lembar, tangisnya mereda begitu saja setelah ingat pesan dari lelaki itu, ia bergegas ke kamar mandi, mencuci wajahnya, mendamaikan hatinya, dan ia mulai membaca al-Qur’an.
Tak lama, satu pesan masuk.
Maaf, status-status tidak jelas itu, jangan salah paham, perempuan yang saya tulis itu dia saudara saya. Tolong jangan salah paham, semoga baik-baik disana.
Gadis itu kembali tersenyum, hatinya sudah berdamai, berkat benda pemberian laki-laki itu marahnya mereda, dan ia kembali membaca al-Qur’an..
Malam yang baik, semoga baik juga nasib kita..




Di negara antah barantah

Yang berusaha mewujudkan impian. 

0 komentar:

Posting Komentar

Bagaimana komentar anda dengan postingan saya?

 
;