Aku mau kita berhenti disini.
Mendadak semua lampu jalanan
jadi gelap, bising kendaraan menjadi sepi tak bersuara, sesak tiba-tiba
melanda, nafas yang tertahan, satu mangkok bakso yang sudah dipesan berubah
menjadi makanan kotor, tanpa basa basi ia cepat mengajak temannya pulang, dia
ingin cepat pulang sampai kamar, dan..
Tak harus menunggu sampai
kamar rupanya, tangis itu tak bisa ia sembunyikan, sepanjang jalan airmata
meleleh begitu saja, nafasnya diburu waktu, sesak, dan tak tahu mau berkata
apa.
Sampai kamar, ia membanting
pintu, masih dengan nafas yang tak teratur ia berdiri, mengambil apa saja yang
pernah diberikan olehnya, oleh dia yang tiba-tiba memintanya berhenti dari
perjalanan panjang. Semua yang pernah diberikan olehnya, semua benda yang erat
kaitannya dengan dia, ia ambil, ia robek buku-buku yang dulu diberikan saat
ulang tahunnya yang pertama, ulang tahun kedua, ketiga, dan kesekian, foto dia,
apapun, tak peduli, ia lempar, malam itu tangisnya meledak, bak pesakitan
kehilangan akal.
Bagaimana tidak, jika
perjalanan yang sudah terlampau panjang dan penuh liku itu tiba-tiba harus
berhenti karena alasan yang menurutnya tak masuk akal.
Sejauh ini, ia tak pernah
bisa memahami apa yang dipikirkan laki-laki yang selalu ragu itu, sepanjang
jalan yang ia lalui ia harus berkali-kali mengalami jatuh dan sakit sebab
laki-laki yang di hatinya selalu penuh keraguan. Dan malam ini, ia rasa menjadi
puncaknya, kesakitan yang amat berat dia pikul hampir mengeringkan kantung
airmatanya.
Separuh nuraninya yang masih
sadar, ia berusaha menerima, ini mungkin jalan Tuhan, masa depan manusia hanya
sebatas rencana, Tuhanlah yang punya kuasa.
Tapi mengapa harus sekarang?
Waktu dimana kabar gembira sedang memenuhi hatinya, kabar gembira akan kesempatannya
bisa mewujudkan impian. Pada saat dukungan yang ia harapkan, justru sesak yang
tak diduga itu melanda.
***
Harapannya hampir hilang. Keraguan
menyelimuti, entah sebab apa, setan memang paling bisa menanam benih ragu pada
hati manusia, dan justru keraguan itu ia terus rawat dan menjadi besar.
Sebab ragu itu ia putuskan
untuk berhenti, ia tak ingin memberi sakit yang lebih pada gadis yang sudah ia
ikrar tiga tahun lalu itu. Ikrar yang tak pernah ia memulainya tapi waktu
membuatnya menjadi pejalan yang tangguh. Keyakinan gadis itu membuatnya menjadi
punya satu impian kecil.
Tapi saat ini, impian kecil
itu tak juga mendapat cahaya untuk keluar, tak ada harapan untuk bisa
diwujudkan, ketakutan dan kekhawatiran yang berlebihan membuatnya mengambil
keputusan yang tidak terduga.
Ia tahu, ia bisa merasakan,
tangis gadis itu mengudara, di langit-langit kamar ia bisa mendengarnya, dan
dia hanya bisa terduduk lemas menundukkan kepala.
***
Hari berganti, siang jadi
malam, bulan menjadi matahari, panas jadi hujan, dan Tuhan mendengar do’a-do’a.
Ada secercah asa, ada
harapan kecil, entah akan menjadi apa harapan itu, tapi kedua insan itu percaya
akan do’a dan ikhtiar, gadis yang hampir kering airmatanya itu kembali
tersenyum, laki-laki yang hatinya penuh keraguan itu menyerah, ia tak sanggup
mengambil keputusan yang separuh hatinya merasa berat. Kedua insan itu memulai
kembali ikhtiar, ikhtiar dan do’a sejauh yang mereka mampu.
Suatu hari, laki-laki yang di
hatinya selalu ragu itu memberikan sesuatu, semacam hadiah untuk ikhtiar yang
mereka mulai kembali, untuk waktu yang menunggu, untuk jarak yang tak lagi
dekat, dan untuk rindu yang tak bisa bertemu.
Mereka hanya bisa pasrah sepenuhnya
pada Tuhan yang punya kuasa, pada waktu yang setia, pada jarak yang membentang,
dan keyakinan-keyakinan yang mereka punya.
***
Itulah manusia, setan tak
pernah berhenti menggoda dan membisikan keburukan-keburukan pada hatinya.
Setelah berbulan-bulan,
jarak yang sudah tak lagi bisa diukur, waktu yang perlahan mulai mengendur,
keyakinan yang berubah menjadi kecurigaan, gadis itu merasakan ada yang tak
beres, laki-laki itu lama tak ada kabar, dan kesibukan mulai menjadi alasan
paling suci untuk jawaban sapa yang tiba.
Ada kabar yang tak baik ia
dengar, ingin sekali ia bertanya pada lelaki itu, tapi apalah, jarak yang amat
jauh ini menjadi penghalang. Ia tak ingin curiga dan menyimpan prasangka buruk.
Sampai akhirnya ia menemukan kata-kata manis itu ditulis oleh laki-laki yang
hatinya selalu ragu itu ditujukan pada seorang gadi, lalu? Ada apa dengan
mereka?
Pertanyaan-pertanyaan
memenuhi pikirannya, ia sibuk dengan prasangka buruk dan kecurigaan yang
berlebihan.
Hari itu, sepulang ia
mengajar di sekolah, sore yang cukup ramai di negara yang muslimnya minoritas,
ia mencari tahu apa yang terjadi di belahan dunia lain, ia bertanya pada siapa
saja yang bisa ia tanya, sampai akhirnya ia menemukan kata-kata yang terlampau
berlebihan, status yang berlebihan yang tak bisa ia tolerir lagi. Hatinya berkecamuk, lelah karena baru saja
pulang mengajar, dan kata-kata, status-status yang ia anggap sudah tak lagi
bisa dimaafkan.
Sampai di kamar ia
membanting pintu, airmatanya kembali meleleh, persis seperti kejadian beberapa
bulan lalu sebelum keberangkatannya ke negeri orang, tangisnya meledak, ia
berdiri dengan nafas yang tak teratur, ia mengambil benda apa saja yang pernah
diberikan oleh lelaki itu, matanya menyisir tiap rak buku dan seisi kamar, tak
ada satupun benda pemberian dari dia, dulu sudah habis ia lempar tak bersisa,
namun tiba-tiba ia teringat sesuatu, matanya yang sendu tertuju pada satu benda
yang selalu ia simpan rapih di dalam kotak, ia membuka kotak itu dan menemukan
benda itu, benda yang diberikan oleh lelaki yang hatinya selalu ragu itu, dan..
Tangisnya mendadak berhenti,
ia ambil benda itu, ingatannya kembali pada laki-laki itu.
Tolong disimpan
baik-baik yah benda ini.
Kenapa memang?
Em, benda ini punya sejarah sendiri untuk saya, benda
kesayangan saya.
Memang apa
sejarahnya?
Sore itu, langit yang cerah menemani pembicaraan kami.
Suatu malam, saya tiba-tiba punya keinginan untuk
mengaji, ingin melancarkan bacaan Qur’an saya, memperbaiki hafalan saya, keinginan
itu amat kuat, tapi sayang saat saya ingin memulai keinginan besar itu, di
kamar tak ada al-Qur’an, dengan azzam yang kuat saat itu juga saya pergi ke
toko buku membeli al-Qur’an, hari demi hari saya mulai memperbaiki hafalan saya
dengan al-Qur’an ini.
Suatu hari al-Qur’an ini hilang entah dimana saya lupa,
maklum saya memang orang paling ceroboh, al-Qur’an yang suci dan benda yang
saya sayang itu hilang, beberapa waktu, cukup lama sekali.
Hingga suatu saat, saya sholat di masjid, entah bagaimana
caranya, saat saya selesai sholat, al-Qur’an yang sudah sekian lama hilang itu
tiba-tiba berada di hadapan saya, apa kebetulan atau apa saya tak tahu, tapi
bukankah tak ada yang kebetulan, semua sudah Tuhan rencanakan. Saya bawa pulang
kembali al-Qur’an itu, dan sekarang saya berikan al-Qur’an ini padamu, dijaga
baik-baik, sering-sering baca Qur’an dan perbanyak menghafal yah.
Benda
itu, ia buka lembar demi lembar, tangisnya mereda begitu saja setelah ingat
pesan dari lelaki itu, ia bergegas ke kamar mandi, mencuci wajahnya,
mendamaikan hatinya, dan ia mulai membaca al-Qur’an.
Tak
lama, satu pesan masuk.
Maaf,
status-status tidak jelas itu, jangan salah paham, perempuan yang saya tulis
itu dia saudara saya. Tolong jangan salah paham, semoga baik-baik disana.
Gadis
itu kembali tersenyum, hatinya sudah berdamai, berkat benda pemberian laki-laki
itu marahnya mereda, dan ia kembali membaca al-Qur’an..
Malam
yang baik, semoga baik juga nasib kita..
Di
negara antah barantah
Yang
berusaha mewujudkan impian.