Suatu hari seorang ibu dan anak sedang duduk-duduk manis
di beranda rumah, sore menjelang malam, langit mulai terlihat gelap, sang anak
sedang asik memijati pundak ibu yang keletihan seharian bekerja.
Di sela-sela itu, ada saja
obrolan hangat yang membuat hubungan anak dan ibu itu menjadi sangat dekat,
tawa sesekali muncul, hingga pada saatnya obrolan yang tidak diduga muncul ke
permukaan.
Nak, apa
kau pernah jatuh cinta?
Tanya sang ibu memulai
percakapan yang tidak diduga, sebab selama ini obrolan semacam itu tidak pernah
muncul diantara mereka, sang ibu takut sebab usia anaknya masihlah sangat muda.
Pijatan si anak tiba-tiba
mengendur, ia sempat berhenti sejenak dan memandangi langit yang hampir gelap.
Kenapa memang
bu, kok tiba-tiba begini toh ibu bertanya.
Jawab si anak berusaha tetap
tenang, meskipun ada sesuatu yang ia sembunyikan.
La nduk,
piye anakku udah sebesar ini masih belum jatuh cinta kan ibu yang khawatir,
jangan-jangan malah sukanya bukan pada laki-laki.
Timpal sang ibu menggoda.
Huss, ibu
ini, ya ndaklah bu, aku yo seneng karo cah lanang bu.
Jawab si anak mengaku,
akhirnya ia tertipu dugaan sang ibu yang sebenarnya hanya ingin mengujinya.
Gelak tawa muncul dari sang
ibu yang merasa menang dengan umpannya.
Nak, ibu
tidak pernah melarang kamu jatuh cinta, suka sama siapa saja boleh, tapi kalau
seseorang itu kamu harapkan jadi suamimu kelak, sebaiknya kamu harus banyak
pertimbangan, jangan asal memilih laki-laki yang sekedar bagus di tampang tapi
kelakuan buruk.
Sang ibu yang sedang dipijat
membalikan badannya menghadap si anak, rupanya pembicaraan menjadi bertambah
serius.
Si anak bersemu merah, ia
gelagapan, tidak tahu harus memberikan jawaban jenis apa, sebab dalam hatinya
ia ingin sekali bercerita.
Ibu adalah ibu, ia tahu apa
yang anaknya sembunyikan, tapi dia tak ingin memaksa anaknya bercerita, biarlah
anaknya yang mengaku sendiri.
Si anak diam sesaat, hatinya
ragu haruskah ia bicara, selama ini ia sudah sering menyembunyikan banyak hal
pada ibunya, mungkin inilah saatnya.
Bu, kalau
mencintai seseorang tapi tidak tahu masa depan jenis apa yang menimpa antara
kami, sebab cinta kadang membuat seseorang lupa dengan kepastian, dengan
halangan, dengan banyaknya duri yang dilewati, cinta jenis apa itu bu? Bila mencintai
seseorang berharap ia menjadi orang di masa depan, tapi waktu membuatnya
perjalanan terhenti, sebab jalan yang ditempuh tak juga bisa dibaca, masa depan
tak pernah ada yang tahu arahnya. Cinta macam apa ini bu?
Kata-kata si anak mengalir
begitu saja, perasaan malu membuatnya lupa.
Nak,
cinta itu tidak pernah ada yang rumit, cinta itu sederhana, ia seperti hujan,
yang tetesnya membawa kebaikan, kalau tetes kebaikannya membuatmu masih harus
meraba jalan mana yang akan kau singgahi, maka itulah cinta, jika tetes
kebaikannya bahkan membuatmu harus menunggu dan waktu yang berjalan sampai
akhirnya berhenti dengan sendirinya, maka itulah cinta, kalau kau merasa nyaman
dengan cinta macam itu, maka tetaplah pertahankan cintamu, sebab mencintai
bukan saja soal ia cantik atau tampan, tapi memberikan separuh hati kita untuk
kita percayakan pada seseorang yang kita pilih, sebab itu cinta menjadi sangat
mulia, seperti amanah yang tidak semua orang bisa menjaganya dengan benar.
Sebab Tuhan
nak, ia tidak pernah tidur, Dia tahu apa yang hambanya minta, sebab itu
banyaklah berdo’a, jadilah orang baik maka Tuhan tidak akan segan mengabulkan.
Tanpa sang ibu sadari, mata
si anak sudah basah sejak tadi, ia menangis, sebab nasihat ibunya adalah
nasihat paling bijak yang pernah ia dengar, dan ia merasa nyaman sekali karena
akhirnya sang ibu tahu apa yang anaknya rasakan.
Rupanya langit sudah
benar-benar gelap, dan orang yang ditunggu sudah datang.
Ayah datang
bu.
Ayah bawa
apa..
Teriak si anak berlari
menghampiri sosok yang dipanggil ayah itu. Laki-laki berkacamata tebal itu sudah
datang.
Sang ibu hanya bisa
menangis, sebab ia tak melihat siapa-siapa.
Pakpayoon.
5 Agustus 2014
0 komentar:
Posting Komentar