Selasa, 05 Agustus 2014

Ada yang hilang



Suatu hari seorang ibu dan anak sedang duduk-duduk manis di beranda rumah, sore menjelang malam, langit mulai terlihat gelap, sang anak sedang asik memijati pundak ibu yang keletihan seharian bekerja.
Di sela-sela itu, ada saja obrolan hangat yang membuat hubungan anak dan ibu itu menjadi sangat dekat, tawa sesekali muncul, hingga pada saatnya obrolan yang tidak diduga muncul ke permukaan.
Nak, apa kau pernah jatuh cinta?
Tanya sang ibu memulai percakapan yang tidak diduga, sebab selama ini obrolan semacam itu tidak pernah muncul diantara mereka, sang ibu takut sebab usia anaknya masihlah sangat muda.
Pijatan si anak tiba-tiba mengendur, ia sempat berhenti sejenak dan memandangi langit yang hampir gelap.
Kenapa memang bu, kok tiba-tiba begini toh ibu bertanya.
Jawab si anak berusaha tetap tenang, meskipun ada sesuatu yang ia sembunyikan.
La nduk, piye anakku udah sebesar ini masih belum jatuh cinta kan ibu yang khawatir, jangan-jangan malah sukanya bukan pada laki-laki.
Timpal sang ibu menggoda.
Huss, ibu ini, ya ndaklah bu, aku yo seneng karo cah lanang bu.
Jawab si anak mengaku, akhirnya ia tertipu dugaan sang ibu yang sebenarnya hanya ingin mengujinya.
Gelak tawa muncul dari sang ibu yang merasa menang dengan umpannya.
Nak, ibu tidak pernah melarang kamu jatuh cinta, suka sama siapa saja boleh, tapi kalau seseorang itu kamu harapkan jadi suamimu kelak, sebaiknya kamu harus banyak pertimbangan, jangan asal memilih laki-laki yang sekedar bagus di tampang tapi kelakuan buruk.
Sang ibu yang sedang dipijat membalikan badannya menghadap si anak, rupanya pembicaraan menjadi bertambah serius.
Si anak bersemu merah, ia gelagapan, tidak tahu harus memberikan jawaban jenis apa, sebab dalam hatinya ia ingin sekali bercerita.
Ibu adalah ibu, ia tahu apa yang anaknya sembunyikan, tapi dia tak ingin memaksa anaknya bercerita, biarlah anaknya yang mengaku sendiri.
Si anak diam sesaat, hatinya ragu haruskah ia bicara, selama ini ia sudah sering menyembunyikan banyak hal pada ibunya, mungkin inilah saatnya.
Bu, kalau mencintai seseorang tapi tidak tahu masa depan jenis apa yang menimpa antara kami, sebab cinta kadang membuat seseorang lupa dengan kepastian, dengan halangan, dengan banyaknya duri yang dilewati, cinta jenis apa itu bu? Bila mencintai seseorang berharap ia menjadi orang di masa depan, tapi waktu membuatnya perjalanan terhenti, sebab jalan yang ditempuh tak juga bisa dibaca, masa depan tak pernah ada yang tahu arahnya. Cinta macam apa ini bu?
Kata-kata si anak mengalir begitu saja, perasaan malu membuatnya lupa.
Nak, cinta itu tidak pernah ada yang rumit, cinta itu sederhana, ia seperti hujan, yang tetesnya membawa kebaikan, kalau tetes kebaikannya membuatmu masih harus meraba jalan mana yang akan kau singgahi, maka itulah cinta, jika tetes kebaikannya bahkan membuatmu harus menunggu dan waktu yang berjalan sampai akhirnya berhenti dengan sendirinya, maka itulah cinta, kalau kau merasa nyaman dengan cinta macam itu, maka tetaplah pertahankan cintamu, sebab mencintai bukan saja soal ia cantik atau tampan, tapi memberikan separuh hati kita untuk kita percayakan pada seseorang yang kita pilih, sebab itu cinta menjadi sangat mulia, seperti amanah yang tidak semua orang bisa menjaganya dengan benar.
Sebab Tuhan nak, ia tidak pernah tidur, Dia tahu apa yang hambanya minta, sebab itu banyaklah berdo’a, jadilah orang baik maka Tuhan tidak akan segan mengabulkan.
Tanpa sang ibu sadari, mata si anak sudah basah sejak tadi, ia menangis, sebab nasihat ibunya adalah nasihat paling bijak yang pernah ia dengar, dan ia merasa nyaman sekali karena akhirnya sang ibu tahu apa yang anaknya rasakan.
Rupanya langit sudah benar-benar gelap, dan orang yang ditunggu sudah datang.
Ayah datang bu.
Ayah bawa apa..
Teriak si anak berlari menghampiri sosok yang dipanggil ayah itu. Laki-laki berkacamata tebal itu sudah datang.
Sang ibu hanya bisa menangis, sebab ia tak melihat siapa-siapa.


Pakpayoon.

5 Agustus 2014

0 komentar:

Posting Komentar

Bagaimana komentar anda dengan postingan saya?

 
;