Aku sudah
membayangkanmu jauh-jauh hari, menerka-nerka perjalanan kita, berjalan berdua
di pinggir pantai, kau mengenggam erat jemariku sebab aku begitu khawatir pada
air, banyak hal sial yang kualami di lautan, aku pernah tenggelam dua kali,
untung saja seseorang menyelamatkanku, setiap kali minum aku selalu menumpahkan
air, dan banyak hal lainnya yang teman-temanku bilang aku tidak pantas hidup di
dunia air.
Aku sudah
membayangkanmu jauh-jauh hari, kita hanya berjalan saja di pinggir pantai,
menunggu matahari tenggelam, kita duduk manis di pasir, kita saling bercerita,
melihat orang-orang berlalu lalang, kau sedikit mencuri pandang pada bule-bule
seksi itu tapi aku menyuruhmu memalingkan wajah, tapi kau justru memalingkan
wajahmu padaku, hanya melihatku saja, dan itu cukup membuat pipiku merah menahan
malu.
Kita menyaksikan
matahari cantik itu tenggelam, langit berubah orange kecoklatan, kau bilang ini
pertama kalinya melihat sunset dengan perempuan dan itu aku, betapa saat itu
aku bahagia tak terkira, dan kita menghabiskan sore itu hanya berdua saja, di
pinggir pantai melihat matahari tenggelam, di sebuah pulau tempat kita berbulan
madu.
Aku terlalu sering naif dan
hidup dalam dunia mimpi, terlalu banyak hal yang kubayangkan dan ingin
kulakukan itu hanya denganmu.
Bagaimana
jika, suatu hari nanti ternyata Tuhan berkehendak lain, kita tidak berjodoh,
lalu bagaimana dengan mimpi-mimpi yang sudah kaurencakan.
Katamu suatu hari tersebab
ketakutan akan sakit yang kualami di kemudian hari.
Aku akan
sering-sering meminta pada Tuhan, bukankah tidak ada yang mustahil untuk Dia
mewujudkan?
Jawabku menghibur diri.
Andai kau tahu, jauh dalam hatiku,
aku pun takut, bahkan mungkin ketakutanku melebihi ketakutanmu, bagaimana
jika...
Aku hanya bisa berdo’a.
Pakpayoon.
03 Agustus 2014
0 komentar:
Posting Komentar