Malam pekat, seorang gadis
duduk bersandarkan dinding, menatap luar jendela tak menemukan apapun, hanya
jalanan yang sepi, wajahnya murung, seperti menahan airmata yang ia harap tak
keluar dari kelopaknya. Ingin sekali ia luapkan emosi hatinya pada apapun, pada
seseorang, pada tetes hujan, pada senja yang indah, tapi tersebab malam yang
gelap, ia hanya bertemu dengan seekor kunang-kunang.
Kunang2
yang cantik, apa kau pernah merasa sesak yang perih di dadamu tersebab kau
merasa menyerah dengan perjalanan yang kau hadapi?
Kunang-kunang cantik masih
terus berputar, ia tak bisa diam berlama-lama, mungkin karena ia suka
menari-nari atau karena sedang riang.
Hey,
kenapa berkata seperti itu?
Kunang2 berusaha tetep
menjawab meski tubuhnya terus menari-nari.
Entah, beberapa waktu ini,
tidak, sudah sejak lama aku merasakan hal ini, tapi aku berusaha menahannya,
tersebab aku takut kehilangan, namun kali ini bukan karena rasa takut itu
hilang tapi kepercayaanku perlahan mulai memudar.
Sudah sejak lama aku merasa
menyerah, aku menyerah dengan impian kecil ini, tersebab ketakutanku yang besar
aku bisa mengubur itu dalam-dalam, tapi jarak ini, hal-hal yang terjadi begitu
saja tanpa diduga, perasaan kekanak-kanakanku yang berlebihan, aku yang tidak
ada apa-apanya sama sekali dibanding gadis yang ia kenal, dan pikiran-pikiran
buruk yang memenuhi seluruh pikiran dan hatiku menyebabkan aku merasa menyerah,
aku takut, takut sekali, kepercayaanku mulai memudar, aku takut tersebab aku
tak pernah ada apa-apanya, aku tak punya apa-apa tak ada yang bisa kubanggakan,
jadi bukankah tidak ada alasan yang kuat untuk membuatku sok berlaga keren?
Tak ada yang bisa kulakukan,
aku Cuma bisa berdo’a, lagi-lagi tersebab jarak ini, ketakutanku semakin besar,
tapi aku tak bisa berbuat banyak, hal-hal yang tak kusukai begitu saja terjadi
dan aku tak mungkin mencegahnya, dia bukan milik siapapun, apapun yang ia
lakukan adalah hak atas dirinya.
Bagaimana
jika? ...
Aku tak mau berandai-andai
meluapkan pikiran-pikiran burukku, tapi sejujurnya aku teramat takut,
seandainya ia bisa membuatku percaya sepenuhnya, seandainya, tapi justru
kepercayaan itu perlahan memudar, memudar, dan aku takut aku kehilangan
kepercayaan padanya, dan kepercayaan pada diriku sendiri.
Kunang-kunang justru tertawa
terbahak-bahak mendengar luapan emosi si gadis.
Si gadis terperangah
mendengar gelak tawa yang tidak seharusnya itu.
Mengapa kau
malah tertawa?
Si gadis bertanya dengan
nada kesal. Merasa sudah ditertawakan.
Aku tahu,
aku bisa merasakan, kau ini, berlebihan sekali, apa kau sedang cemburu?
Kunang-kunang lagi-lagi
tertawa geli.
Si gadis memanyunkan bibir,
menutup jendela, bahkan tak sempat ucapkan kata selamat tinggal sama sekali
pada kunang-kunang, ia menutup wajahnya dengan selimut. Dalam hatinya ia
berdesah kesal, bagaimana mungkin si kunang2 jelek itu bisa tahu..
18 Juni 2014
Pakpayoon, Pathalung.
0 komentar:
Posting Komentar