Selasa, 17 Juni 2014

Kunang-kunang sok tahu


Malam pekat, seorang gadis duduk bersandarkan dinding, menatap luar jendela tak menemukan apapun, hanya jalanan yang sepi, wajahnya murung, seperti menahan airmata yang ia harap tak keluar dari kelopaknya. Ingin sekali ia luapkan emosi hatinya pada apapun, pada seseorang, pada tetes hujan, pada senja yang indah, tapi tersebab malam yang gelap, ia hanya bertemu dengan seekor kunang-kunang.
Kunang2 yang cantik, apa kau pernah merasa sesak yang perih di dadamu tersebab kau merasa menyerah dengan perjalanan yang kau hadapi?
Kunang-kunang cantik masih terus berputar, ia tak bisa diam berlama-lama, mungkin karena ia suka menari-nari atau karena sedang riang.
Hey, kenapa berkata seperti itu?
Kunang2 berusaha tetep menjawab meski tubuhnya terus menari-nari.
Entah, beberapa waktu ini, tidak, sudah sejak lama aku merasakan hal ini, tapi aku berusaha menahannya, tersebab aku takut kehilangan, namun kali ini bukan karena rasa takut itu hilang tapi kepercayaanku perlahan mulai memudar.
Sudah sejak lama aku merasa menyerah, aku menyerah dengan impian kecil ini, tersebab ketakutanku yang besar aku bisa mengubur itu dalam-dalam, tapi jarak ini, hal-hal yang terjadi begitu saja tanpa diduga, perasaan kekanak-kanakanku yang berlebihan, aku yang tidak ada apa-apanya sama sekali dibanding gadis yang ia kenal, dan pikiran-pikiran buruk yang memenuhi seluruh pikiran dan hatiku menyebabkan aku merasa menyerah, aku takut, takut sekali, kepercayaanku mulai memudar, aku takut tersebab aku tak pernah ada apa-apanya, aku tak punya apa-apa tak ada yang bisa kubanggakan, jadi bukankah tidak ada alasan yang kuat untuk membuatku sok berlaga keren?
Tak ada yang bisa kulakukan, aku Cuma bisa berdo’a, lagi-lagi tersebab jarak ini, ketakutanku semakin besar, tapi aku tak bisa berbuat banyak, hal-hal yang tak kusukai begitu saja terjadi dan aku tak mungkin mencegahnya, dia bukan milik siapapun, apapun yang ia lakukan adalah hak atas dirinya.
Bagaimana jika? ...
Aku tak mau berandai-andai meluapkan pikiran-pikiran burukku, tapi sejujurnya aku teramat takut, seandainya ia bisa membuatku percaya sepenuhnya, seandainya, tapi justru kepercayaan itu perlahan memudar, memudar, dan aku takut aku kehilangan kepercayaan padanya, dan kepercayaan pada diriku sendiri.
Kunang-kunang justru tertawa terbahak-bahak mendengar luapan emosi si gadis.
Si gadis terperangah mendengar gelak tawa yang tidak seharusnya itu.
Mengapa kau malah tertawa?
Si gadis bertanya dengan nada kesal. Merasa sudah ditertawakan.
Aku tahu, aku bisa merasakan, kau ini, berlebihan sekali, apa kau sedang cemburu?
Kunang-kunang lagi-lagi tertawa geli.
Si gadis memanyunkan bibir, menutup jendela, bahkan tak sempat ucapkan kata selamat tinggal sama sekali pada kunang-kunang, ia menutup wajahnya dengan selimut. Dalam hatinya ia berdesah kesal, bagaimana mungkin si kunang2 jelek itu bisa tahu..


18 Juni 2014

Pakpayoon, Pathalung. 

0 komentar:

Posting Komentar

Bagaimana komentar anda dengan postingan saya?

 
;